Bappebti Alihkan Aturan-Pengawasan Kripto ke OJK dan BI
RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengalihkan tanggung jawab pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto serta derivatif keuangan, kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Budi Santoso menyatakan bahwa peralihan tugas tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian hukum bagi sektor keuangan digital dan derivatif keuangan.
“Kemendag terus mendukung agar transisi pengalihan dapat berlangsung secara transparan dan memberikan keamanan bagi pelaku pasar maupun pelaku ekonomi,” ujar Budi Santoso dalam keterangan pers bersama, Jumat (10/1/2025).
“Kami yakin langkah ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi sektor keuangan dan pasar fisik aset kripto di Indonesia,” tambahnya.
Tindakan pengalihan ini ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Nota Kesepahaman (NK) di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, pada Jumat (10/1/2025). Acara penandatanganan dihadiri oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso dan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar.
Penandatanganan BAST dilakukan oleh Plt. Kepala Bappebti Kemendag Tommy Andana, Asisten Gubernur Bank Indonesia Donny Hutabarat, Deputi Komisioner Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Moch Ihsanuddin, serta Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK I.B. Aditya Jayaantara.
Penandatanganan dilanjutkan dengan penandatanganan NK oleh Plt Kepala Bappebti Kemendag Tommy Andana, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Hasan Fawzi, serta Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Inarno Djajadi.
Peralihan tugas pengaturan dan pengawasan dari Bappebti ke OJK mencakup Aset Keuangan Digital (AKD) termasuk aset kripto serta derivatif keuangan di pasar modal. Sementara pihak Bank Indonesia akan mengawasi derivatif keuangan dengan underlying yang mencakup instrumen di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA).
Peralihan ini sesuai dengan Pasal 8 angka 4 dan Pasal 312 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2024 tentang Peralihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif Keuangan.
Peralihan dari Bappebti ke OJK dan Bank Indonesia akan dilaksanakan sepenuhnya dalam waktu maksimal 24 bulan sejak pengundangan UU P2SK, Jumat (10/1/2025).
Mahendra Siregar menyebut peralihan ini sebagai langkah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperdalam pasar keuangan secara terintegrasi.
Tujuannya juga untuk memelihara kepercayaan masyarakat terhadap prinsip perlindungan konsumen guna mendukung pertumbuhan industri di sektor keuangan.
“Industri derivatif keuangan dengan underlying efek dan Aset Keuangan Digital termasuk aset kripto yang diawasi Bappebti selama ini sudah berjalan, sehingga akan diupayakan transisi tugas pengaturan dan pengawasan dengan seamless untuk menghindari gejolak di pasar,” kata Mahendra
Sementara itu, Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti menambahkan bahwa untuk memperkuat upaya dalam memperdalam dan mengembangkan pasar keuangan, BI akan bekerja sama secara erat dengan otoritas lainnya.
“Meski tugas pengaturan dan pengawasan Derivatif PUVA merupakan tugas baru yang belum pernah ada di BI sebelumnya, peralihan tugas ini memberikan peluang bagi BI untuk memperluas instrumen-instrumen keuangan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan tugas BI di bidang moneter dan pendalaman PUVA,” jelasnya.
“Besarnya potensi pasar Derivatif PUVA dapat dimanfaatkan sebagai alternatif instrumen hedging yang pada akhirnya turut berkontribusi positif bagi pendalaman PUVA dan mendukung stabilitas di tengah tingginya ketidakpastian global saat ini,” lanjut Destry.
Kedepannya, BI akan meneruskan upaya pengembangan derivatif PUVA yang sebelumnya dilakukan oleh Bappebti.
“Kami yakin dengan usaha dan sinergi yang kuat, pasar keuangan Indonesia akan semakin dalam, kredibel, dan mendukung langkah bersama menuju Indonesia Emas 2045,” tutup Destry.
Perkembangan Nilai Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) dan Perdagangan Fisik Aset Kripto
Pada periode Januari-November 2024, nilai transaksi PBK berdasarkan Nilai Notional tercatat sebesar Rp30.503 triliun, meningkat 30,20% dibanding periode yang sama pada 2023 yakni sebesar Rp23.428 triliun.
Khusus untuk November 2024, jumlah nasabah yang aktif bertransaksi pada PBK mencapai 70.676 nasabah, meningkat 53,93% dibanding periode November 2023 yang tercatat 45.915 nasabah.
Hingga saat ini, transaksi PUVA difasilitasi oleh 2 bursa berjangka, 2 Lembaga Kliring Berjangka, 55 Pialang Peserta Sistem Perdagangan Alternatif (SPA), 21 Pedagang Penyelenggara SPA, 8 Penasihat Berjangka, dan 15 Bank Penyimpan Margin. Selain itu, terdapat 253 Kontrak Derivatif SPA untuk PUVA yang diperdagangkan di 2 Bursa Berjangka.
Pada sisi lain, transaksi aset kripto di Indonesia periode Januari-November 2024 mencapai Rp556,53 triliun, meningkat 356,16% dibanding periode yang sama pada 2023 yang tercatat sebesar Rp122 triliun (yoy).
Jumlah pelanggan aset kripto yang terdaftar secara akumulatif sejak Februari 2021 hingga November 2024 adalah sebanyak 22,11 juta pelanggan. Sementara itu, jumlah Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) yang telah diizinkan oleh Bappebti mencapai 16 pedagang.
Terjadi juga 14 Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) yang sedang dalam proses untuk memperoleh Surat Persetujuan Anggota Bursa (SPAB) dan Surat Persetujuan Anggota Kliring (SPAK) guna menjadi PFAK.
Tinggalkan Balasan