ADAKSI Desak Pemerintah Segera Bayarkan Tukin Dosen ASN Kemendiktisaintek
2. Kesenjangan Remunerasi antar PTN.
Remunerasi yang diterima dosen di PTN BLU maupun BH menunjukkan kesenjangan yang mencolok antar perguruan tinggi. Kampus-kampus terkenal dan yang berada di wilayah berpopulasi besar cenderung memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan kampus tidak terkenal dan berada di wilayah dengan populasi kecil. Hal ini mencederai prinsip keadilan sesama profesi Dosen ASN.
3. Remunerasi di Bawah Standar Jabatan.
Banyak dosen yang menerima remunerasi di bawah nominal Tukin yang telah diatur berdasarkan kelas jabatan.
4. Dampak Negatif pada Biaya Pendidikan dan Beban Kerja.
Untuk meningkatkan remunerasi, kampus sering kali menaikkan uang kuliah dan menerima mahasiswa baru dalam jumlah besar. Akibatnya, dosen mengajar secara melewati standar SKS yang wajar, yang kemudian mengganggu waktu mereka untuk menjalankan tridharma perguruan tinggi lainnya, seperti riset dan pengabdian masyarakat.
Selain itu, kuota mahasiswa baru yang besar di PTN mengurangi kesempatan PTS untuk mendapatkan mahasiswa baru, mengganggu keseimbangan ekosistem pendidikan tinggi.
5. Perbedaan Remunerasi dan Tukin.
ADAKSI menekankan bahwa remunerasi seharusnya ditempatkan sebagai “bonus” atas kinerja perguruan tinggi yang bergantung pada pendapatan masing-masing. Sebaliknya, Tukin merupakan hak wajib yang harus diterima setiap dosen ASN Kemdiktisaintek, dengan besaran yang sama di seluruh Indonesia, sesuai kelas jabatan, dan didanai melalui APBN, bukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) perguruan tinggi.
6. Mewujudkan Prinsip Keadilan dan Kesejahteraan.
ADAKSI percaya bahwa pemberian Tukin secara adil akan meningkatkan motivasi dan produktivitas dosen dalam menjalankan tridharma perguruan tinggi. Perpres baru ini diharapkan mampu menjadi solusi yang adil dan berkeadilan bagi seluruh dosen ASN Kemdiktisaintek, tanpa memandang status PTN tempat mereka mengabdi.
Tinggalkan Balasan