RAKYAT.NEWS, JAKARTAKejaksaan Agung memberikan tanggapan terkait dengan tindakan penyitaan dan eksekusi lahan yang terjadi pada beberapa wilayah di Indonesia.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penyitaan dan eksekusi lahan adalah langkah hukum biasa yang diambil untuk melindungi barang bukti atau ketika suatu perkara telah memiliki keputusan final.

Dia menegaskan bahwa tidak ada instruksi khusus terkait pelaksanaan penyitaan atau eksekusi tersebut. Namun, karena banyaknya unit kerja di setiap wilayah, proses tersebut terkadang dilakukan secara bersamaan.

“Itu wajar saja karena terkait dengan waktu pelaksanaan tugasnya. Misalnya, kalau penyidikan berarti penyitaan, kalau sudah diputus ya dieksekusi,” katanya mengutip CNN Indonesia, Jumat (14/2).

“Satuan kerja kita lebih dari 500, kalau 10 persen saja satuan kerja melakukan kegiatan yang sama bagaimana,” jelasnya.

Diketahui baru-baru ini, sekelompok preman terlibat dalam konflik dengan pihak kepolisian selama proses eksekusi lahan seluas 2000 meter persegi di Jalan AP Pettarani, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (13/2) siang.

Di lahan tersebut terdapat sebuah gedung serbaguna dan sembilan unit bangunan rumah toko (ruko).

Para preman diduga berusaha melawan eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Makassar dengan memblokade jalan dan membakar ban bekas sejak pukul 06.30 WITA.

Selain itu sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) juga telah menyita enam aset milik Kebun Binatang Bandung atau Bandung Zoo setelah menetapkan dua pejabat Yayasan Margasatwa Tamansari sebagai tersangka korupsi.

Aspidsus Kejati Jabar, Dwi Agus Arfianto, mengatakan bahwa keenam aset yang disita sejak Kamis (31/1) terdiri dari dua kantor operasional, rumah sakit hewan, gudang nutrisi, restoran, dan panggung edukasi.

Di sisi lain, pada 30 Januari 2025, Pengadilan Negeri (PN) Cikarang melakukan eksekusi pengosongan lahan yang mendorong pemilik rumah dan toko untuk pergi, meskipun mereka memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).

Tindakan eksekusi ini dilakukan berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Bekasi pada tahun 1997 yang memberikan kemenangan dalam gugatan kepada Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, terkait lahan yang mengalami masalah dalam transaksi jual beli sejak tahun 1976.

YouTube player