“Kami anggap pembahasan ini sangat merugikan masyarakat karena tidak adanya keterbukaan publik. Ini memungkinkan kembalinya dwifungsi TNI,” kata Panglima Besar GAM, La Ode Ikra Pratama, mengutip fajar.co.id.

Ikra juga mengkritik pasal-pasal kontroversial dalam draf revisi UU TNI, terutama Pasal 47 Ayat 2 dan Pasal 3, yang berpotensi memperluas kewenangan TNI di sektor sipil.

“Awalnya, TNI hanya terlibat di 10 lembaga sipil, kini bertambah menjadi 15 lembaga. Jangan sampai TNI tidak netral lagi dan keluar dari tugas utamanya sebagai penjaga keamanan negara,” ucapnya.

Terbaru, anggota dari KontraS dipolisikan usai melakukan aksi protes langsung ke dalam ruang rapat pembahasan RUU TNI di Fairmont Hotel, Jakarta, pada Sabtu (15/3/2025).

“Yang aneh, kemudian sehari setelah laporan, kemarin (Minggu 16 Maret 2025) itu sudah langsung datang laporan,” kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mengutip Kompas.

Ia menyinggung watak otoriter yang kembali tumbuh di Indonesia. “Ini ada apa? Panggilannya pun tidak cukup waktu, sangat tidak layak. Jadi ini menurut kami ada orkestrasi untuk membungkam teman-teman yang bersuara,” kata Isnur.

“Ini ada watak ya, watak otoriter, watak antikritik. Watak yang tidak mau mendengarkan suara-suara masyarakat dan sangat berbahaya,” imbuhnya.

YouTube player