Penulis : Rusman Madjulekka

PETA jalan untuk menggenjot produksi udang vaname di Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai penggerak ekonomi, diperlukan strategi terintegrasi dan terpadu yang berbasis potensi lokal dengan menyasar peningkatan produktivitas, keberlanjutan lingkungan, dan penguatan rantai pasok.

Dengan pendekatan ini, maka Sulsel sangat berpeluang menjadi “episentrum” udang vaname di Indonesia dengan konsisten mendorong pertumbuhunan inklusif ekosistem budidaya perikanan dari hulu ke hilir. Pada 2023 provinsi ini sudah berkontribusi 14% terhadap ekspor udang nasional.

Yang mengatakan itu bukan saya. Ia seorang aktivis, pengamat sekaligus praktisi usaha sektor perikanan dan kelautan. Menyelesaikan sarjana kelautan di Unhas yang kemudian hijrah ke Jakarta dan menyabet gelar magister managemen di IPB.

Namanya: Darwis Ismail. Saat ini menjabat Ketua Ikatan Sarjana Kelautan (ISLA) Unhas sudah dua periode dan Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO). Sehari-hari sebagai CEO Teknocorp Grup.

Selama ini, menurut Darwis, sebenarnya Sulsel memiliki potensi sumber daya alam yang belum digarap optimal. Ia memaparkan data lahan tambak di daerah ini mencapai lebih dari 100.000 ha yang terluas di Indonesia, terutama di wilayah kabupaten Takalar, Barru dan Pinrang. Faktor cuaca dan iklim tropis mendukung, termasuk akses laut lepas untuk keperluan jalur ekspor.

Hanya saja dibalik potensi tersebut, lanjut Darwis, sayangnya tingkat produktivitasnya masih sangat rendah. Hanya rata-rata 5-10 ton/ha dibandingkan daerah atau negara tetangga yang mencapai 20-30 ton/ha.

Selain itu, serangan penyakit (IMS, WSSV) selalu mengancam, manajemen air buruk, dan ketergantungan benur impor. Dari sisi infrastruktur clod chain dan pemrosesan pun juga masih terbatas.

Untuk menjawab potensi dan tantangan itu, Darwis menyodorkan beberapa point rekomendasi strategis.

YouTube player