RAKYAT NEWS, JAKARTA – Konflik antara masyarakat adat Maba Sangaji di Halmahera Timur dengan perusahaan tambang nikel PT Position semakin memanas. Gelombang protes yang meluas hingga ke Jakarta menyoroti dugaan kriminalisasi terhadap 11 warga adat serta serangkaian pelanggaran serius yang diduga dilakukan oleh anak usaha grup Harum Energy tersebut.

Akar persoalan bermula sejak akhir 2024, ketika PT Position mulai beroperasi di wilayah adat Maba Sangaji. Warga menolak keras ekspansi tambang karena mengancam tanah, hutan, dan laut yang menjadi sumber penghidupan utama mereka. Penolakan ini diperkuat oleh tudingan bahwa perusahaan melakukan aktivitas penambangan ilegal.

Kuasa hukum PT Wana Kencana Mineral (WKM), OC Kaligis, menuduh PT Position telah melakukan penggalian di dalam area Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik kliennya tanpa izin resmi. “PT Position masuk ke area IUP milik WKM tanpa izin. Ini aktivitas tambang ilegal dan sudah kami laporkan ke Polda Maluku Utara,” tegas Kaligis usai meninjau lokasi. Kerugian negara akibat aktivitas ilegal ini ditaksir mencapai Rp374,9 miliar.

Selain tuduhan penambangan liar, PT Position juga diduga beroperasi di kawasan Hutan Produksi Terbatas tanpa mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Pelanggaran ini dinilai tidak hanya melanggar norma kehutanan tetapi juga telah menimbulkan dampak ekologis yang signifikan.

Organisasi masyarakat sipil Sentral Pergerakan Aktivis Jakarta (SPARTA) turut menyoroti dampak lingkungan yang ditimbulkan. “Air sungai sudah tercemar, laut tidak lagi menjadi sumber ikan, sementara warga yang membela tanah adat malah dikriminalisasi,” ujar seorang aktivis SPARTA dalam keterangan tertulisnya.

Puncak dari eskalasi konflik ini adalah aksi unjuk rasa yang digelar di Jakarta pada Rabu (20/8/2025). Massa aksi mendesak Kementerian ESDM dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh perizinan yang dimiliki PT Position.

YouTube player