“Kalau di tingkat TPS saja sudah ada praktik seperti itu, tentu menjadi contoh yang kurang baik bagi demokrasi kita,” ujarnya.

Adapun mekanisme pemilihan mengatur bahwa Ketua RT dipilih langsung oleh masyarakat dengan sistem satu Kartu Keluarga (KK) satu suara, sedangkan Ketua RW dipilih oleh para Ketua RT.

BPM juga menyiapkan mekanisme pengaduan dan masa sanggah untuk melindungi hak warga.

“Masa sanggah diberikan satu hari, dan kami juga akan menyiapkan hotline pengaduan,” tambah Anshar.

Ketua KPU Makassar, Andi Muhammad Yasir Arafat, menegaskan bahwa kolaborasi ini adalah langkah penting memperkuat nilai demokrasi di tingkat lokal.

“Alhamdulillah, Pak Wali menerima dan menyambut baik serta memerintahkan Kepala BPM untuk menindaklanjuti dan berkoordinasi dengan KPU terkait mekanismenya,” ujarnya.

Menurut Yasir, juknis pemilihan masih dalam tahap penyusunan dan akan menjadi pedoman bagi panitia di tingkat kecamatan dan kelurahan.

“Isi dari proses pemilihan ini adalah menduplikasi proses pemilu yang sudah ada. Jadi masyarakat bisa belajar langsung bagaimana demokrasi dijalankan di lingkungannya,” terangnya.

KPU juga akan berperan sebagai pengawas dan evaluator jalannya pemilihan, sementara penyelenggaraan teknis tetap menjadi tanggung jawab Pemkot melalui BPM.

“Keterlibatan KPU adalah dalam penyusunan juknis serta menjadi pengawas dalam pelaksanaan dan evaluasi prosesnya. Penyelenggaraannya tetap menjadi domain Pemkot,” tegas Yasir.

KPU menyerahkan penentuan lokasi TPS kepada Pemkot sesuai karakteristik wilayah dan data kependudukan.

“Instrumennya karena pemilihnya berdasarkan Kartu Keluarga (KK), maka terkait lokasi TPS diserahkan ke Pemkot, apakah di kantor kelurahan atau di titik lain yang dianggap representatif,” jelasnya.

Ia menekankan, pemilihan RT/RW bukan hanya agenda administratif, melainkan sarana pendidikan demokrasi bagi masyarakat.

“Ini momentum penting untuk memberi pencerahan kepada masyarakat bahwa pemilihan itu harus dilakukan secara terbuka dan jujur,” ungkap Yasir.