Namun secara terminologi makna demokrasi lebih pada keterbukaan (transparancy). Demokrasi oleh sebagian orang dianggap sebagai “peretas keterkungkungan”. Tetapi dalam kehidupan yang serba digital dan kompleks perang transformasi informasi demikiian cepat tanpa kecerdasan digitalisasi kemungkinannya akan mengubur kehidupan manusia.

Sebab, sudah bisa dibayangkan kalau suatu kehidupan negara dimana rakyat tanpa pemerintahan maka tentu akan berlaku homo homoni lupus manusia akan menjadi pemangsa bagi manusia yang lainnya, dimana hukum rimba sulit ter-elakkan. Kesenjangan sosial semakin sulit dibendung, soal local comnunity seperti kemiskinan semakin menjadi tontonan. Masalah kesehatan, pendidikan, pengangguran, justru menjadi wabah kronik dalam kehidupan masyarakat, sebab korpus sosial begitu dikendalikan oleh kekuasaan.

Karenanya, bukankah saat ini kebenaran menjadi lemah ketika opini, wacana, emosi dan keyakinan menjadi dominasi ditengah kehidupan masyarakat ? klaim-klaim kebenaran menjadi tak estetik untuk menjadi jalan tengah berkehidupan dalam kebangsaan, yang sejatinya kebenaran menjadi hal penting menuju tata kelolah dunia dan negara yang baik. Inilah fenomena Post Truth dimana fakta tak lagi berpengaruh dibanding opini, wacana, emosi dan keyakinan personal. (*)

 

Andi Ilham Samanlagi
Peneliti di OGIE Institute Research and Political Development.**

YouTube player