Megaproyek CPI sendiri sejak lama menjadi sorotan. Bukan hanya dari aktivis lingkungan, tapi juga pegiat anti-korupsi. Megaproyek yang digagas di zaman pemerintahan SYL itu diketahui tengah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyelidik KPK telah beberapa kali turun langsung ke Makassar untuk melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan.

Megaproyek CPI yang digarap sejak 2009 diduga merugikan negara hingga Rp15 triliun. Pada periode 2009-2012, sebanyak 12 perusahaan rekanan telah mengerjakan penimbunan, pengerukan, pemasangan tiang pancang, dan jembatan sebanyak Rp 116.148.560.000 dari APBD. Potensi kerugian negara tersebut mengacu pada langkah swasta yang melakukan komersialisasi lahan sebagai pemenang tender dalam proyek itu.

Kemudian pada 2013, PT Yasmin melakukan penimbunan untuk pembuatan lahan 157 hektare untuk reklamasi CPI. Dan saat itu dilakukan pembangunan jembatan dengan anggaran Rp23 miliar dan pemasangan tiang pancang 137 meter dan timbunan batu gajah 181 meter yang menggunakan APBD Rp 13.620.500.000.

Pembuatan jembatan itu senilai Rp23 miliar dipinjam Pemprov Sulsel dari Pinjaman Investasi Pemerintah (PIP) sebanyak Rp500 miliar.

Setelah itu, Pemprov Sulsel kembali mengalokasikan anggaran sebanyak Rp 8 miliar untuk pembangunan jembatan dan Rp40 miliar untuk desain wisma negara di kawasan CPI. Dan pada 2015, pembangunan fisik wisma negara mulai dikerjakan dengan alokasi dana APBD Rp60 miliar.

Lalu, pada 2016, Koalisi Masyarakat Anti Korupsi menemukan dokumen perluasan kawasan CPI menjadi Kawasan Pusat Bisnis Terpadu Indonesia seluas 1.466 hektare, sehingga berdasarkan data yang ditemukan ada 2.054 hektare akan direklamasi. (*)