Asparindo mengkhawatirkan kondisi itu akan mematikan kelangsungan pasar tradisional. Keberadaan pasar tradisional harus dilindungi. Asparindo ingin mencari solusi yang tepat untuk melindungi pedagang pasar tradisional. Sebanyak 61 perwakilan se-Indonesia berkumpul untuk membahas bentuk perlindungan yang tepat untuk pedagang pasar tradisional.

Salah satu solusi besar yang dibahas dalam Munas adalah digitalisasi pasar tradisional. Munas diadakan secara luring dan daring. Peserta luring dibatasi 20 orang dari Sulawesi, Jawa, Bali, Sumatera, dan Maluku.

Joko menjelaskan, saat ini Asparindo memiliki 416 anggota dari tingkat kota dan kabupaten dengan total pedagang resmi mencapai 7,2 juta pedagang dan pedagang tak resmi seperti pedagang kaki lima sekitar 3 juta pedagang. Saat pandemi, sekitar 60% pedagang terpaksa menutup tokonya. Untuk pedagang sembako dan sayur mayur, sudah mulai normal seperti sebelum pandemi.

Ia memperkirakan, transaksi akan kembali meningkat dengan penerapan digitalisasi. Lewat belanja online, tentu akan mengurangi ongkos perjalanan dan transaksi. Terjadi efisiensi, baik dari sisi waktu, tenaga, dan biaya.

Joko memaparkan, sejumlah pasar rakyat di beberapa daerah sudah menerapkan sistem belanja digital. Seperti yang dilakukan di Makassar, Sulawesi Selatan. “Tim digitalisasi Asparindo akan memacu digitalisasi di daerah-daerah lainnya,” ujar dia.

Sementara itu, Direktur Asparindo Sulawesi Saharudin Ridwan mengatakan, pihaknya sejak tahun lalu sudah menerapkan transaksi belanja digital di tiga pasar di Makassar melalui Baruga Pasar. Saharudin yang juga Direktur Operasional PD Pasar Makassar menjelaskan, lewat Baruga Pasar, konsumen cukup membuka aplikasi Whatsapp dan menghubungi call center untuk memesan barang yang diinginkan. Daftar barang dan harganya ada dalam aplikasi tersebut.

Pihaknya juga sudah menjalin kerja sama dengan Grab, Gojek, dan Tokopedia untuk memudahkan transaksi daring. Saat ini, Blibli juga sedang menjajaki kerja sama.