“Yang ada nama dan NIK-nya saja, terus dari capil tidak ditemukan wilayahnya dimana karena itu tadi tidak tercatat sebagai warga secara administrasi. Jadi sangat sulit untuk menemukannya segera,” keluhnya. 

Data Bodong, Dari Mana?

Kepada rakyat.news, Edy mengatakan adanya ketidaksesuaian data saat validasi. Nama dan NIK yang disodorkan dinsos untuk divalidasi tidak sesuai, sehingga pihaknya menyebut pemilik data itu bukan warga Gowa secara administrasi. Menurutnya, data yang tidak ditemukan saat validasi ini bisa jadi data lama yang belum diverifikasi lebih lanjut. Jadi, ada beberapa data yang disinyalir berubah tapi tetap dilaporkan ke dinas catatan sipil. 

Misal kata Edy, ada anak yang dulunya masih dalam kartu keluarga bapaknya atau orang tuanya kemudian menikah dan memiliki KK sendiri, sehingga dalam proses pendataan oleh dinas sosial untuk penerima bantuan data yang terekam adalah data orang tuanya. Sementara setelah bantuan ada dan divalidasi, ternyata NIKnya sudah tidak ada karena data yang divalidasi tidak sama dengan data sebelumnya. 

“Ada kan dulu itu NIK lama. Nah, setelah adanya sistem online yang berlaku secara nasional atau dikenal dengan e-KTP, maka warga yang melakukan perekaman data pada saat itu tercatat baru dengan NIK yang baru juga. Sedangkan warga yang tidak melakukan perubahan data masih memiliki data lama,” ungkapnya.

Tapi, yang sudah melakukan perekaman akan secara otomatis berubah setelah perekaman data terbaru e-KTP tersebut. “Jadi, ada kemungkinan NIK yang dimasukkan untuk penerima bantuan sosial setelah terbit masih dengan data lama. Sehingga, banyak warga yang kemudian menerima bantuan setelah dilakukan validasi kembali menjadi tidak valid karena data itu bukan lagi data terbaru yang terdaftar dalam database capil. Jika NIK yang dimasukkan dalam proses validasi ada yang kurang atau sudah diganti, pastinya tidak akan ditemukan lagi,” terangnya.