“Cakupan vaksin yang tinggi juga akan menunda terjadinya mutasi pada virus,” tambah Mei.

Terkait dimulainya PTM, Mei mengingatkan, bila diselenggarakan tanpa vaksinasi, dikhawatirkan akan terjadi klister di sekolah dan hal ini harus dicegah.

Berbeda dengan imunitas yang didapatkan dari infeksi alami, Mei menjelaskan bahwa vaksinasi lebih terukur dosisnya, jadwal pemberian dan sasarannya juga telah ditentukan. Sedangkan pada infeksi alami, ia katakan, virus tidak terkontrol dan tidak memilih target.

“Gejala juga lebih bervariasi dan cukup banyak yang menyebabkan kematian.”

Vaksin COVID-19 yang digunakan untuk anak 6-11 tahun saat ini yakni Sinovac, dia tegaskan aman dan terbukti bisa mencegah sakit berat. Vaksin ini sudah melalui uji klinis, direkomendasikan oleh BPOM, ITAGI, IDAI, serta dinyatakan halal oleh MUI.

Vaksin Sinovac untuk anak 6-11 tahun bisa diberikan di sekolah atau di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes). Karena sejumlah daerah sedang melakukan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), kata Mei, perlu diperhatian untuk berikan jarak minimal 14 hari antara pemberian vaksin COVID-19 dan vaksin lain.

Terkait Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Mei menyebutkan bahwa yang akan dirasakan cenderung ringan seperti halnya imunisasi anak yang lain. Seperti bengkak di lokasi suntikan, nyeri otot, anak mungkin juga merasa lemah. Ia menyarankan anak untuk istirahat dan minum yang cukup, serta diberikan paracetamol bila diperlukan.

Namun ia mengingatkan untuk tidak memberikan obat sebelum penyuntikan vaksinasi. Hal ini karena tidak semua anak menjadi demam, serta ada kemungkinan obat mengurangi efikasi vaksin.

Mei juga menjelaskan, tidak semua KIPI adalah reaksi vaksin. Terdapat kemungkinan muncul reaksi karena anak ketakutan atau stress karena disuntik.

“Jadi penting sekali orang tua untuk mempersiapkan. Jangan ditakut-takuti,” tuturnya.