Ironisnya, dalam blanko daftar hadir tersebut ditemukan adanya dugaan nama fiktif untuk peserta yang disebut hadir dalam kegiatan reses sejumlah anggota DPRD Bone dalam setiap tahapannya.

“Temuan kami setidaknya sejumlah anggota dewan itu hanya 30 orang saja peserta kegiatan reses yang hadir, dalam artian ada sekitar 270 orang pesera fiktif dalam blank daftar hadir,” tuturnya.

3. Berkas Laporan Sempat Dilimpahkan ke Kejari Bone

Mirisnya, Kejati Sulsel sempat melimpahkan penanganan laporan tersebut ke Kejaksaan Negeri Bone dengan alasan wilayah terjadinya dugaan tindak pidana korupsi tersebut berada di wilayah hukum Kejari Bone. Sari, pun menyayangkan atas pelimpahan tersebut.

“Saya sempat komunikasi dengan Kasi Penkum Kejati Sulsel, berkas laporan yang kami layangkan itu penanganannya dialihka ke Kejari Bone dengan alasan bahwa itu kewenangannya Kejari Bone,” ucapnya.

Sari pun sempat mengaku bahwa akan mempertanyaakan dugaan reses fikti DPRD Bone ini ke Kejaksaan Agung RI. Belakangan pihak Kejati Sulsel langsung menarik kembali laporan tersebut untuk ditangani di Kejati Sulsel.

“Setelah saya bilang bahwa saya akan pertanyakan permasalah tersebut ke Kejagung, malamnya langsung diambil alih kembali oleh Kejati Sulsel,” Sari memungkasi.

4. Pengakuan Ketua DPRD Bone

Terpisah, Ketua DPRD Bone, Irwandi Burhan mengaku, tidak mengetahui ihwal pelaporan dugaan reses fiktif tersebut. Padahal, laporan tersebut dilayangkan ke Kejati Sulsel sejak 4 November 2021.

“Kami belum dapat informasi,” ucap Irwandi saat dikonfirmasi terpisah.

Irwandi pun mengaku menghargai laporan yang dilayangkan oleh LPPPLHK ke Kejati Sulsel. Menurut dia, jika pun laporan tersebut benar adanya dirinya menyerahkan sepenuhnya penanganannya kepada penegak hukum.

“Kita harus menghargai pendapat orang tapi tidak semua langsung bisa dipercaya perlu dicari kebenarannya,” imbuhnya.

Baca Juga : DPRD Sampaikan Reses, Fatmawati Imbau Camat Lakukan Koordinasi