Selama ini, upaya penegakan hukum masih mengutamakan aspek kepastian hukum dan legalitas formal dibandingkan dengan keadilan yang substansial bagi masyarakat. Sehingga, banyak masyarakat yang memandang penegakan hukum itu seperti pisau yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas, pungkasnya.

Sekedar diketahui, pada hari Rabu 26 Januari 2022 (kemarin, red) telah dilaksanakan gelar perkara Restorative Justice oleh Kejari Jeneponto dihadapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Direktur Oharda Kejagung RI, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel serta Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel melalui sarana virtual atau vicon. Kemudian penghentian perkara melalui Restorative Justice tersebut telah disetujui oleh Kejaksaan Agung RI.

Sementara itu, Camat Arungkeke Alamsyah mengatakan menyambut baik program yang diinisiasi oleh Kejaksaan Negeri Jeneponto, yakni Kampung Restorative Justice.

Menurut Alamsyah, menjadi sebuah kebanggaan bagi dia dan warganya dipercaya menjalankan pilot project kampung restorative justice masuk ke Desa Bulo-Bulo.

“Saya yakin dengan program ini akan membangun kesadaran hukum masyarakat yang ada di desa dan juga akan mengurangi angka laporan ataupun pengaduan masyarakat ke penegak hukum,” ujar Alamsyah saat mendampingi Kejari Jeneponto Susanto Gani.

Alamsyah menguraikan, banyak masalah di masyarakat desa yang semestinya tidak berakhir di penegak hukum, namun ditingkat desa dapat diselesaikan dengan upaya mediasi melalui musyawarah.

Dengan kehadiran kampung restorative justice ini secara kelembagaan akan memberikan rasa kepercayaan diri bagi para kepala desa dan tokoh masyarakat setempat dalam melakukan upaya mediasi baik persoalan perdata maupun pidana.

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Jeneponto menggelar penyuluhan hukum di Kantor Camat Arungkeke, terkait tugas, fungsi dan kewenangan kejaksaan serta mensosialisasikan Program Kejaksaan Agung RI tentang Kampung Restorative Justice.