BONE – Organisasi PERWIRA (Perhimpunan Wija Raja La Patau) didirikan dengan semangat historis persatuan yang kuat dari Raja La Patau.

Hal tersebut didasari ikatan persaudaraan dan keturunan dari La Patau Matanna Tikka dengan cakupan yang meluas. Setelah melalui tahap demi tahap perumusan dasar-dasar organisasi ini, maka pilihan pada akronim PERWIRA kependekan dari kalimat Perhimpuan Wija Raja La Patau.

Baca Juga : Pertemuan Keturunan Puatta La Patau Bone Sepakati Pendirian Organisasi Yayasan

La Patau dikenali sebagai Raja Bone ke-16 dan Raja Soppeng ke-18 dengan masa pemerintahan antara 1696-1714 M.

Hal yang mendasari pemilihan La Patau menjadi latar penamaan perhimpunan ini oleh karena secara historis beliau adalah figur yang berhasil meletakkan dasar-dasar persatuan dan kekerabatan masyarakat Sulawesi Selatan.

Sejak akhir abad ke-XVII beliau sudah merintis ikatan persaudaraan yang kuat melalui jalinan kekerabatan antarbangsawan pada tiga kerajaan utama, yaitu Bone, Gowa, dan Luwu.

Jalinan kekrabatan juga dirangkai dengan Wajo, Soppeng, Sidenreng, Maros, Tanete, Bulukumba, Takalar, Jeneponto, Suppa’, Sawitto, beberapa kerajaan-kerajaan lainnya. Bahkan melalui keturunan beliau, juga terangkai kekerabatan Bugis-Makassar dengan kerajaan luar, seperti Suwawa di Gorontalo, Sumbawa, Lombok, Bima di NTT, Banawa, Donggala di Sulawesi Tengah, bahkan kekerabatan juga terbentuk dengan kerajaan-kerajaan Melayu di wilayah Semenanjung Tanah Melayu Malaysia.

Salah seorang penggagas PERWIRA, Sapri A. Pamulu, P.hD, menuturkan, jika melihat perjalanan sejarah, maka diperoleh data bahwa La Patau adalah tokoh penting – bahkan terpenting – karena telah meletakkan dasar-dasar hubungan persaudaraan, kerjasama, persatuan di Sulawesi Selatan.

“Dasar-dasar hubungan itu tidak terlepas dari kebijakan yang dijalankan oleh sang paman, Arung Palakka, yang berkehendak menciptakan perdamaian abadi di Sulawesi Selatan. Jalan politik yang dipilih Arung Palakka adalah strategi sosio-kultural yakni dengan mengawinkan La Patau, sang keponakan, dengan putri istana Gowa dan Luwu,” ujarnya.

PERWIRA, Semangat Historis Raja La Patau!
Foto: Dokumen Istimewa.

Anak keturunan yang lahir dari masing-masing permaisuri itu kemudian menjadi pewaris tahta di Bone, Gowa, dan Luwu. Itulah sebabnya kemudian terciptalah hubungan kekerabatan yang sangat erat antara elit-elit sosial pada tiga kerajaan besar tersebut.

Perdamaian, kerjasama, hubungan persaudaraan yang kuat dan baik tampaknya menjadi visi Arung Palakka yang diterjemahkan baik oleh Puwatta’ La Patau.

Visi itu kemudian menjadi jalan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Selatan secara permannen dan berkelanjutan. Visi itu masih sangat relevan dengan masa kini yang sudah memasuki abad millenium.

Itulah sebabnya A. Promal Pawi pada kesempatannya mengutarakan, sosok Puwatta’ La Patau telah tampil sebagai pribadi yang bermakna secara politik dan kultural di Sulawesi Selatan. Itulah sebabnya sehingga melalui warisan beliau dipetik nilai positif dalam merajut persaudaraan masyarakat Sulawesi Selatan.

“Poin ini menjadi salah satu dasar pertimbangan PERWIRA ini sehingga menjadikan La Patau sebagai tokoh yang sukses memberikan inspirasi bagi kita semua,” kata Pawi.

La Patau juga dapat menjadi figur dalam wibawa hukum negeri, sebab biografi beliau dikenali sebagai seorang pemimpin yang kukuh menegakkan aturan hukum secara ketat dan tanpa pandang bulu. Melalui semboyang beliau

“jika engkau salah, maka salahlah dirimu; jika engkau sudah benar, maka barulah engkau sebagai anak saya”. yang dalam bahasa Bugisnya “salako salano, mupatujupa muancaji anakku”.

Muhlis Hadrawi mengatakan, semboyang Puwatta La Patau tersebut mengajarkan kepada semua pihak terutama penegak hukum bahwa hukum negeri ini harus ditegakkan dengan kuat dengan prinsip tidak memandang ikatan darah dalam melahirkan keputusan.

Mengenai tujuan perkumpulan ini, Sapri A Pamulu kembali menyampaikan, PERWIRA menjadi perkumpulan sosial dengan alas kultural Sulawesi Selatan. Keanggotaannya bersifat meluas, bukan saja Sulawesi Selatan, tetapi juga menjangkau wilayah-wilayah diaspora Bugis-Makassar di Nusantara. Bahkan, keanggotaan Perwira ini akan berskala global.

Sapri A. Pamulu, lanjutnya, keanggotaan PERWIRA pun bersifat terbuka kepada semua pihak dengan prinsip yang telah ditetapkan pada haluan oragnisasi.

Sejalan dengan Anggaran Dasar PERWIRA, maka basis gerak organisasi ini sebagai wahana gerakan pemajuan kebudayaan terutama Sulawesi Selatan.

Pada kesempatan awal berdirinya PERWIRA ini akan memulai menggagas program Bone Geopark dan Festival Budaya di Soppeng.

“Festival budaya di Soppeng itu merupakan lanjutan dari acara sebelumnya dan dijadikan agenda berkala dari perwira,” ujarnya.

SDM yang terhimpun di dalam organisasi PERWIRA dari berbagai kalangan seperti akademisi, birokrasi, profesional, dan umum menjadi kekuatan yang terpadu melahirkan gagasan-gagasan cemerlang yang kemudian diarahkan untuk menyokong pembangunan Sulawesi Selatan.

Baca Juga : Pertemuan Akbar Wijanna Puatta La Patau Matanna Tikka Mangkau Bone XVI

Pilihan Video

mhd#