JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) membeberkan beberapa trik baru yang digunakan teroris untuk mencuri partisan (pengikut).

Baca Juga : Pimpinan Pondok Pesantren di Indonesia Sepakat Maafkan Pernyataan Kepala BNPT

Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris mengatakan, pelaku teroris tidak lagi berpacu pada buku panduan, namun sudah berbaur dengan sistem demokrasi.

“Jangankan lembaga negara, jangankan partai, organisasi umat yang sangat kita harapkan melahirkan fatwa atas kegelisahan umat terhadap persoalan kebangsaan juga dimasukin,” katanya, dikutip dari tempo.co, Sabtu (19/2/2022).

Irfan menerka, strategi yang dimobilisasi oleh orang berpengaruh di organisasi ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi, telah menurunkan perinta untuk semua partisan berjuang di negara masing-masing.

“Untuk melakukan pola aksi, jangan semuanya harus ke Suriah. Silakan beraksi di negeri sendiri dan direncanakan untuk dipusatkan di Poso atau Filipina, tapi kemudian Santoso dieksekusi oleh aparat,” terkanya.

Menurut Irfan, pola ini ditujukan semata untuk menguasai lembaga-lembaga formal termasuk lembaga negara.

“Dulu diharamkan demokrasi karena itu produk barat, katanya. Padahal mereka menggunakan sistem demokrasi, kata-katanya tidak dia gunakan, tapi substansinya dia lakukan,” ujarnya.

Ia menuturkan, teroris kini tidak lagi bergerombol dan banyak memakai istilah umat islam dalam melancarkan aksinya.

“Banyak yang memanfaatkan istilah dalam umat islam seperti pengajian, tarbiyah, taklim dan lain-lain. Mereka ingin mengubah negara bangsa menjadi negara agama dengan sebuah ideologi khilafah yang mereka sendiri tidak pahami secara komprehensif. Buktinya mohon maaf, TNI-Polri juga ada yang terpapar,” tuturnya.

Baca Juga : 4 Alasan BNPT, 198 Pesantren Terafiliasi Jaringan Teroris