JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara, Prof Yusril Ihza Mahendra menanggapi wacana penundaan pemilu yang diusulkan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar. Usul seperti Cak Imin itu, menurutnya, sebelumnya sudah dikemukakan oleh Pak Bahlil. Dalam negara demokrasi orang boleh usul apa saja tentunya. Tetapi usulan penundaan Pemilu ini menghadapi benturan konstitusi dan undang-undang.

“Sebagai negara hukum, kita wajib menjunjung hukum dan konstitusi. UUD 45 tegas mengatakan bahwa Pemilu diselenggarakan sekali dalam lima tahun. Undang2 juga demikian,” tulis Prof Yusril melalui akun instagramnya @yusrilihzamhd, Jumat (25/02).

Baca Juga : 2 Alasan Nasdem Kecam Wacana Penundaan Pemilu 2024

Prof Yusril mempertanyakan terkait lembaga yang berwenang menunda pemilu. Konsekuensi dari penundaan itu adalah masa jabatan Presiden, Wapres, kabinet, DPR, DPD dan MPR akan habis dengan sendirinya.

“Lembaga apa yang berwenang memperpanjang masa jabatan para pejabat negara tsb? Apa produk hukum yang harus dibuat untuk menunda Pemilu dan memperpanjang masa jabatan tsb? Pertanyaan2 ini blm dijawab dan dijelaskan oleh Cak Imin maupun Pak Bahlil,” tanya Yusril.

Menurutnya, usulan penundaan pemilu mesti dicermati sebab, sangat memungkinkan menimbulkan krisis legitimasi dari masyarakat.

“Kalau asal tunda pemilu dan asal perpanjang masa jabatan para pejabat negara tsb, tanpa dasar konstitusional dan pijakan hukum yang kuat, maka ada kemungkinan timbulnya krisis legitimasi dan krisis kepercayaan. Keadaan seperti ini harus dicermati betul, karena ini potensial menimbulkan konflik politik yang bisa meluas ke mana2,” katanya.

“Amandemem UUD 45 menyisakan persoalan besar bagi bangsa kita, yakni kevakuman pengaturan jika negara menghadapi krisis seperti tidak dapatnya diselenggarakan Pemilu. Sementara tidak ada satu lembaga apapun yang dapat memperpanjang masa jabatan Presiden atau Wakil Presiden, atau menunjuk seseorang menjadi Pejabat Presiden seperti dilakukan MPRS tahun 1967,” tutupnya.