“Selain yang telah ditentukan di atas, UU 5/2014 juga membuka peluang pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi yang dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif,” ucapnya.

Fahri juga menegaskan, Mahkamah dalam pertimbagan hukumnya merumuskan bahwa dalam konteks penunjukan Penjabata Kepala Daerah, yang bersangkutan juga harus memiliki kompetensi manajerial pemerintahan yang baik, sehingga dalam melaksanakan tugasnya sebagai pimpinan daerah sementara dapat memenuhi harapan dan keinginan masyarakat di daerahnya masing-masing sehingga masyarakat dapat mengapresiasi kepemimpinan penjabat tersebut meskipun kepemimpinannya hanya sementara.

“Terlebih lagi, penjabat gubernur/bupati/walikota harus dapat bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,” katanya.

Oleh karena itu, Fahri mengatakan dalam proses mengangkat penjabat kepala daerah sebagaimana dimaksud oleh Pasal 201 ayat (10) dan ayat (11) UU 10/2016 pemerintah terlebih dahulu harus membuat pemetaan kondisi riil masing-masing daerah dan kebutuhan penjabat kepala daerah yang memenuhi syarat sebagai penjabat kepala daerah dan memerhatikan kepentingan daerah dan dapat dievaluasi setiap waktu secara berkala oleh pejabat yang berwenang.

“Sehingga, akan menghasilkan para Penjabat Daerah yang berkualitas dalam memimpin daerahnya masing-masing untuk waktu sementara sampai adanya kepala daerah dan wakil kepala daerah definitif berdasarkan hasil Pilkada serentak nasional tahun 2024,” katanya.

Hal lain yang sangat prinsip bagi Pemerintah Pusat, Fahri mengatakan adalah mempedomani mandat konstitusional yang telah dipertimbangkan serta dikirimkan oleh Mahkamah dalam Sub-paragraf [3.14.3]. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XIX/2021, bertanggal 20 April 2022 yang telah diucapkan sebelumnya, antara lain mempertimbangkan Bahwa terkait dengan pengisian penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah.