Lebih lanjut Edi sampaikan, seiring dengan kejadian wabah masuknya PMK, proses pengembangan produksi vaksin di Pusvetma dimulai kembali dan saat ini telah memasuki purifikasi isolate dan phase ke-6.

“Proses pembuatan vaksin PMK ini dengan menggunakan teknologi tissue culture dengan sel BKH 21,” ungkap Edy. “Vaksin bersifat inaktif dan diformulasikan dengan adjuvant,” imbuhnya.

Kendati demikian, Edi mengatakan, pengembangan produksi vaksin PMK ini memerlukan proses karena Pusvetma sebelumnya tidak memproduksi vaksin penyakit tersebut sejak Indonesia dinyatakan bebas PMK tanpa vaksinasi oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada tahun 1990.

Dengan berbagai tantangan yang ada, Edy memastikan, Tim Pusvetma akan mampu melakukan pengembangan produksi vaksin yang dibutuhkan walaupun memerlukan berbagai penyesuaian. “Pusvetma akan memaksimalkan kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan peralatan yang ada di fasilitas produksi vaksin Pusvetma,” ungkap Edy.

Ia katakan, Pusvetma akan mengerahkan semua pegawai untuk bahu-membahu dalam bekerja, agar vaksin yang ditunggu oleh seluruh peternak ini dapat segera terealisasi.

“Kami optimis dengan pengalaman Indonesia sebelumnya dan kerjasama dengan para dokter hewan senior, kita akan dapat segera memproduksi vaksin PMK tersebut,” pungkasnya.