Sekjen Opsi : Kampanye Penolakan Omnibus Law Tetap Diteruskan di Medsos
DPR harus mengkritisi Perppu No. 1 Tahun 2020, mengkritisi pembagian sembako yang terus bermasalah, mengkritisi kartu prakerja yang berpotensi dikorupsi dan salah sasaran, dsb-dsb. Lalu DPR fokus memikirkan tentang dana recovery Covid-19 di APBN, apakah dana Rp. 405,1 Triliun sudah cukup untuk recovery atau malah kurang. Menurut saya sih dana tersebut pasti kurang karena covid-19 tidak tahu kapan selesainya dan ekonomi bangsa kita sangat down.
Dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal 1 tahun 2020 ini sebesar 2,97% (dari target 5.01%) membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi kita benar-benar terdampak hebat. DPR harus fokus pada tugas pengawasan dan anggaran saja, sementara fungsi legislasi ditunda dulu. Seluruh pembahasan legislasi, termasuk Omnibus law, ditunda saja. Nanti setelah Covid-19 selesai DPR bisa fokus ke fungsi legislasi dengan memanggil masyarakat, SP/SB, akademisi, dsb untuk dengar pendapat, sehingga tidak melanggar PSBB.
Tanya : Apakah koordinasi antara buruh, NGO dan BEM masih terus berlangsung, walau klaster ketenagakerjaan sudah ditunda pembahasannya?
Jawaban : Walaupun Presiden sudah menyatakan menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan sampai covid-19 selesai namun SP SB terus mengkonsolidasi diri dengan terus membangun jaringan dengan akademisi, mahasiswa, dan aktivis lingkungan, dan aktivis klaster lainnya, dan sebagainya. Koordinasi ini untuk lebih memperkuat penolakan atas Omnibus Law RUU Cipta Kerja.(*)
Terbit : Jakarta, 8 Mei 2020.
Tinggalkan Balasan