Sementara itu, Galuh Prasetio Pratama seharusnya bukan hanya klaster ketenagakerjaan saja yang ditunda pembahasannya. Melainkan semua pembahasan yang berkaitan dengan omnibus law harus di tunda terlebih dahulu.

“Terkhusus RUU Cipta Kerja, pemerintah harus menarik kembali draft tersebut dan melakukan kajian ulang secara komprehensif. Dan dalam proses kajian tersebut harus melibatkan dari berbagai kalangan seperti serikat buruh dan akademisi,” ujar Ketua DPP GMNI Bidang Organisasi periode 2018 s.d 2020 ini.
Menurut mantan DPC GMNI Semarang 2016-2018, RUU Cipta Kerja seharusnya tidak hanya mempertimbangkan aspek pertumbuhan ekonomi saja, tapi juga harus mempertimbangkan nilai – nilai keadilan dan kesejahteraan.

Dengan adanya RUU Cipta Kerja ini seharusnya memudahkan warga negara yang minim akses terhadap sumber daya ekonomi atau sumber daya alam. Bukan justru memudahkan para pemodal asing dalam rangka mengundang investor lebih banyak.

Menurut sasaran untuk situasi saat ini seharusnya pemerintah fokus terlebih dahulu terhadap penanganan Covid-19.
Menurut alumni Fakultas Hukum Undip ini, pihaknya akan terus menyuarakan itu aspirasi masyarakat, termasuk kampanye penolakan atas RUU Cipta Kerja, meskipun ditengah situasi yang seperti ini sasaran tetap menyuarakan aspirasi melalui media-media. “Harapan saya tentunya Pemerintah dapat mendengar dan memenuhi aspirasi semua,”pungkasnya (Red/Wijaya).(*)

Terbit : Jakarta, 31 Mei 2020.