JAKARTA – Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy OS Hiariej menjelaskan bahwa pihak yang menyebut pasal penghinaan presiden di rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP) untuk dihapus adalah orang yang sesat dan Kementerian Hukum dan HAM pastikan tidak akan menghapus pasal tersebut.

Baca Juga : Kanwil Kemenkumham Sulsel Minta Kepala Lapas Lakukan Waskat

Eddy mengatakan, orang yang ingin menghapus pasal tersebut tidak dapat membedakan antara kritik dan penghinaan.

“Tidak [antikritik], itu orang yang sesat berpikir, dia tidak bisa membedakan antara kritik dan penghinaan. Yang dilarang itu penghinaan lho, bukan kritik,” ungkap Eddy dilansir dari CNNIndonesia.

Ia mengungkap pembentukan pasal-pasal penghinaan di dalam RKUHP tak bisa merujuk pada peraturan hukum negara lain. Sebab, menurutnya itu adalah pasal spesial.

Eddy menjabarkan pasal penghinaan dalam hukum pidana Indonesia dikategorikan sebagai mala in se atau perbuatan yang dinilai jahat berdasar akal sehat bangsa beradab.

Sementara negara lain utamanya negara barat mengategorikannya dalam mala in prohibita atau kejahatan karena telah dirumuskan sebagai kejahatan dalam perundang-undangan.

Menurutnya aturan itu sama sekali tak bertentangan dengan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sempat membatalkan pasal-pasal soal penghinaan terhadap penguasa umum.

Menurutnya Eddy, MK hanya mengabulkan permohonan pasal 134, 135, dan 136 namun menolak permohonan pasal 207. Eddy menyebut perintah MK adalah mengubah delik pasal itu menjadi delik aduan.

“Makanya kalau saya tantang, yang tidak setuju dibawa ke MK enggak berani, karena pasti ditolak,” tegas Eddy.

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil tak menampik ada sejumlah norma dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang memang masih mengandung semangat kolonialisme.