RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Kondisi hutan di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, menjadi area yang terancam akibat konsep pembangunan ekstraktif, eksploitatif, dan menjadikannya sebagai sumber daya dan ekonomi.

Seorang aktivis yang juga pendiri Institut Mosintuwu, Lian Gogali, beranggapan bahwa hal tersebut berbeda dengan bagaimana cara perempuan saat masa lampau melihat hutan sebagai makhluk hidup.

“Ini berbeda sekali dengan cara pandang perempuan dulu yang sebelum kolonialisme datang. Dulu perempuan itu melihat hutan sebagai makhluk hidup,” kata Lian saat diskusi panel Sisters of the Forest MIWF 2024 di Benteng Rotterdam, Makassar, Kamis (23/5/2024).

Dengan hal itu, Lian bilang bahwa orang di Poso menyebut hutan dengan sebutan Sira (beliau). “Cara memperlakukannya juga sama seperti makhluk hidup lainnya,” ungkapnya.

Suara perempuan telah menjadi hal yang sejak lama menjadi bagian dari seruan pelestarian hutan. Menjadikan aspek etika dan budaya sebagai tumpuan dalam merawat ekosistem.

Dengan begitu, negara dalam hal ini diharapkan mampu memegang teguh landasan tersebut untuk mengelola lingkungan secara umum.