RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Guru Besar Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Rahmawaty menyampaikan bahwa dalam implementasi transisi energi, pembangunan pembangkit listrik dilapangan dapat di integrasikan dengan manajemen konservasi serta pelestarian ekosistem hutan.

Sebagai informasi, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) menjadi kontributor penting memangkas emisi Indonesia, bahkan faktor emisi dari sub-sektor pembangkit pada tahun 2050 jauh berkurang menjadi hanya 3% saja dibandingkan kebijakan tanpa percepatan, demikian disampaikan Mahawan Karuniasa, Pakar Lingkungan Universitas Indonesia pada Seminar Transisi Energi Menghadapi Perubahan Iklim di Universitas Sumatera Utara.

Hal itu, Sesuai Agenda Net Zero Emission (NZE), Indonesia akan mencapai emisi bersih atau seimbang antara emisi dan penyerapan yang dilakukan pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Seperti diketahui, kata Rahmawaty, Badan Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organisation (WMO) memperingatkan temperatur global kemungkinan besar akan terlampaui diatas 1,5 derajad Celsius secara temporer pada 5 tahun kedepan.

” Tentu saja hal ini akan berdampak pada meningkatnya bencana hidrometeorologis seperti banjir, longsor, dan angin ekstrem di Indonesia,” ungkap, Rahmawaty dalam keterangan pers ketika seminar Environment Institute (ENVIRO) di selenggrakan di Universitas Indonesia (UI) yang menghadirkan Dirjen EBTKE, Zeira Salim Ritonga selaku Anggota DPRD Sumatera Utara, serta Baharuddin, Guru Besar dari Universitas Negeri Medan.
pada Rabu (30/8/2023).

Dengan begitu, Rahmawaty menganggap Transisi energi sangat penting untuk menghadapi perubahan iklim dan pada saat bersamaan untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat karena pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kesejahteraan

Sementara itu, Mahawan Karuniasa selaku Pendiri sekaligus CEO Environment Institute sekaligus pengamat lingkungan Universitas Indonesia menyatakan sumber emisi Indonesia akan beralih dari aktivitas berbasis lahan ke sumber emisi dari sektor energi.