JAKARTA – Kenaikan harga Pertalite disetujui oleh Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah sebab subsidi yang telah diberikan sebelumnya tidak tepat sasaran maka dari itu seharusnya dialihkan ke sektot pendidikan dan kesehatan.

Baca Juga : Ancang-ancang Kenaikan Harga Pertalite

Said mengatakan aliran subsidi tidak tepat sasaran maka ia mendukung pengurangan anggaran subsidi energi untuk dialokasikan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan untuk mendukung sektor ekonomi, Kesehatan, serta pendidikan.

“Subsidi BBM ini dirasa tidak tepat sasaran. Sudah saatnya kita mendukung pengurangan subsidi energi dan direalokasi menjadi anggaran diperlukan masyarakat miskin seperti Bantuan Langsung Tunai, bantuan upah tenaga kerja, bantuan sosial produktif UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) atau fasilitas kesehatan dan pendidikan agar dana APBN lebih dirasakan masyarakat. Artinya, subsidi dialihkan dari si kaya ke si miskin yang benar-benar membutuhkan,” kata Said dilansir dari CNNIndonesia.com.

Menurut Said, subsidi BBM memang tidak tepat sasaran. Seharusnya BBM bersubsidi digunakan untuk kendaraan bermotor dan plat kuning (kendaraan umum) serta kendaraan taksi online. Tapi nyatanya, penikmat subsidi justru sebagian besar adalah orang kaya. Pertalite, misalna, 80 persen dikonsumsi kalangan mampu.

Jika dana subsidi BBM dialihkan ke sektor lain yang lebih tepat sasaran, tentu sangat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat. Misalnya saja, untuk pembangunan sekolah dasar (SD) atau untuk melengkapi peralatan kesehatan di tiap-tiap Puskesmas Tingkat Kelurahan dan Kecamatan.

“Jadi masyarakat menengah ke bawah jika berobat ke Puskemas tidak hanya diberikan surat rujukan ke RSUD, tapi Puskesmas sudah bisa menangani masyarakat setingkat rumah sakit,” tegas Said.

Kendati demikian, masih banyak kendaraan pribadi atau mobil mewah yang menggunakan BBM subsidi, Said menegaskan, bahwa pemerintah seharusnya merevisi Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur bahwa BBM bersubsidi hanya untuk kedaraan bermotor dan kendaraan umum.

“Jadi saat melakukan revisi bisa ditambahkan poin. Yakni, jika ada SPBU yang memberikan BBM bersubsidi ke kendaraan pribadi atau mobil mewah, maka izin SPBU tersebut akan dicabut. Dengan begitu, otomatis tidak ada lagi SPBU yang melayani BBM bersubsidi untuk kendaraan pribadi atau mobil mewah,” pungkas Said.

Terkait tingginya tingkat BBM subsidi yang tidak tepat sasaran, sebelumnya juga tersaji dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik.

Dari total alokasi kompensasi Pertalite Rp93,5 triliun yang dianggarkan di APBN (sesuai Perpres 98), 86 persen atau Rp80,4 triliun dinikmati rumah tangga dan sisanya 14 persen atau Rp13,1 triliun dinikmati dunia usaha.

Namun yang menjadi catatan penting, bahwa dari Rp80,4 triliun yang dinikmati rumah tangga, ternyata 80 persen di antaranya dinikmati rumah tangga mampu. Dan hanya 20 persen dinikmati rumah tangga tidak mampu.