LUWU UTARA – Pulau Sulawesi, pulau tropis terbesar di Indonesia yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati endemik yang sangat unik dan spesifik. Proses geografis yang kompleks dan periode isolasi panjang yang membentuknya.

Topografi pulau ini sangat luas dan besar. Terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian 1.000-3.000 m.dpl dengan jumlah sekitar 26 puncak gunung, salah satunya Pegunungan Gandang Dewata.

Gunung Gandang Dewata sendiri adalah salah satu gunung tertinggi yang terletak di kawasan bagian barat Sulawesi (pegunungan Quarlesi) dan menjadi yang tertinggi kedua di Pulau Sulawesi. Secara geografis, bentang alam pegunungan Gandang Dewata berada di tiga wilayah administratif yakni Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Selatan dan bentang alam pegunungan di wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Barat yang sebagian besar areanya menjadi Taman Nasional

Hutan Pegunungan Gandang Dewata Wilayah Administrasi Kecamatan Seko. Foto: BBKSDA Sulsel & FFI
Hutan Pegunungan Gandang Dewata Wilayah Administrasi Kecamatan Seko. Foto: BBKSDA Sulsel & FFI

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan, Jusman mengatakan, area hutan pegunungan Gandang Dewata memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik yang perlu dijaga kelestariannya. Kondisi alamnya masih utuh dan alami yang memiliki luasan area yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami, baik yang berada di dalam atau di luar kawasan konservasi, khususnya yang berada di Kecamatan Seko dan Rongkong, Kabupaten Luwu Utara

“Hutan yang berada di Kecamatan Rongkong dan Seko masih menyimpan banyak jenis satwa liar yang perlu dipastikan kelangsungan kehidupannya. Informasi adanya jenis penting seperti anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) di dua lokasi ini perlu dimonitoring termasuk ancamannya,” jelas Jusman

Menurut Jusman, kendati area hutan Gandang Dewata yang berada di dua kecamatan tersebut tidak termasuk dalam kawasan konservasi, namun secara esensial keanekaragaman di dalamnya perlu diperhatikan.

“Nilai penting ekosistem dan keanekaragaman hayati suatu area di luar kawasan konservasi terkadang menyimpan lebih banyak flora dan fauna lindung dan penting secara ekologis yang perlu diperhatikan, hal itu juga berlaku di area hutan pegunungan Gandang Dewata,” kata Jusman

Semangat dalam pelestarian area ini telah dikolaborasikan oleh para pihak melalui pengusulan dan penetapan area hutan pegunungan Gandang Dewata Kabupaten Luwu Utara menjadi indikatif Areal Bernilai Konservasi Tinggi (ABKT) antara lain oleh BBKSDA Sulsel, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Fauna & Flora International’s Indonesia Programme, serta komunitas lokal dan masyarakat adat.

Menurut Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriyani saat sosialisasi program pelestarian ekosistem hutan pegunungan Gandang Dewata mengatakan bahwa pelestarian ekosistem hutan pegunungan Gandang Dewata tidak dapat dilakukan tanpa peran dan kolaborasi multi pihak.

“Saat ini adalah era kolaborasi, oleh karenanya usaha pelestarian ekosistem hutan termasuk pada area hutan pegunungan Gandang Dewata tidak dapat diselesaikan oleh pengambil keputusan semata, tapi juga membutuhkan peran dan partisipasi para pihak yang musti selalu digaungkan melalui spirit kolaborasi,” terang Indah.

Indah menambahkan bahwa Kecamatan Seko dan sebagian Kecamatan Rongkong menyimpan banyak kekayaan hayati unik dan menjadi sumber penghidupan bagi tiga wilayah Provinsi sekaligus melalui jasa ekosistemnya

“Dua Kecamatan ini merupakan heart of Sulawesi Island yang kaya dengan sumber daya alam dan keanekaragaman hayatinya. Potensi alam tersebut membutuhkan pengelolaan secara cerdas, arif dan bijaksana agar masyarakat sekitar hutan dapat menikmati manfaat dari alamnya sendiri,” jelas indah.

Saat ini sudah dilakukan kegiatan survei keanekaragaman hayati sebagai rangkaian pelaksanaan program dalam rangka mengungkap lebih banyak lagi kekayaan hayati area hutan pegunungan Gandang Dewata Kabupaten Luwu Utara yang diinisiasi oleh BBKSDA Sulsel dan Fauna & Flora International’s Indonesia Programme (FFI’s IP).