“Perintah penangkapan dilakukan kepada seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup,” tulis pasal tersebut.

Lanjut Fahmi, Kemudian untuk kepentingan penyidikan, penuntutan lebih lanjut KPK tentunya harus melakukan penahanan sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan pasal 20 KUHAP.

KPK seolah bersikap khusus terhadap Gubernur Lukas, alasan tidak dapat dapat menghadiri pemanggilan KPK perihal kondisi kesehatan, sampai dengan jaminan pelayanan kesehatan khusus dari KPK tehadap Gubernur Lukas, namun hal tidak diindahkan olehnya.

Lembaga Anti Rasuah ini kemudian mengambil langkah untuk langsung temui tersangka Gubernur Lukas ke kediaman pribadinya di Koya Papua. Namun disayangkan ialah yang langsung mengambil alih turun ke Papua adalah seorang pimpinan KPK dan dalam hal ini tentu merupakan langka yang tidak etis dan tentunya inkonstitusional.

Sebagai pimpinan KPK harusnya tidak boleh melakukan pertemuan dengan seorang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, apalagi pertemuan dilakukan secara khusus dikediamannya tersangka. Hal ini dipertegas dalam pasal 36 a UU KPK No. 30 Tahun 2002.

“Pimpinan komisi pemberantasa korupsi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun,” sebut pasal tersebut.

Lanjut Fahmi, kenapa bukan anggota KPK dengan IDI yang diturunkan jika hanya untuk kepentingan cek kesehatan, maka sikap Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK mencederai larangan dalam Undang-undang KPK.

“Kalau hanya untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan kenapa tidak hanya cukup unsur anggota KPK yang berkerja sama dengan tim medis dari Ikatan Dokter Indonesia saja. Sikap Firli Bahuri dengan bertindak sewenang-wenang ini tentu mencerai ketentuan larang dalam UU KPK yang secara nyata dan tegas tidak diperbolehkan dirinya untuk berkomunikasi dengan tersangka maupun pihak keluarga dengan dalil atau alasan apa pun juga,” jelas Fahmi.