Jakarta – Kantor Pengacara Henry Yosodiningrat selaku kuasa hukum PT APMR, mengadukan lima anggota polisi dari Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan ke Divisi Propram Polri karena diduga bertindak tidak profesional dan menyalahi aturan kepolisian dalam menangani sengketa itu.

Hal itu terkait kasus sengketa keperdataan kepemilikan saham PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM) antara PT Asia Pasific Mining Resources (PT AMPR) selaku pemegang saham mayoritas di CLM dengan PT Aserra Mineralindo Investama (PT AMI) di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan yang kembali bergulir.

Menurut Henry, laporan diajukan, tidak ke Bid Propam Polda Sulsel, untuk menjamin netralitas terhadap pengaduan itu. “Selain ke Div Propam, pengaduan juga dilayangkan ke Karowassidik Bareskrim Mabes Polri tentang dugaan pelanggaran terhadap proses dan administrasi penyidikan,” jelasnya.

Dalam aduan disebutkan, dalam sengketa perdata itu, ada oknum di Dirkrimsus dan Polres Luwu Timur secara nyata memperlihatkan keberpihakannya kepada salah satu pihak yang bersengketa, yaitu ke PT AMI.

Henry menguraikan oknum tersebut bersama sejumlah preman, ikut mengantar dan mengawal mendatangi kantor operasi PT CLM di Malili, Luwu Timur, Sulawesi Selatan pada tanggal 5 November 2022.

“Keberpihakan itu terus berlanjut ketika Senin tanggal 7 November 2022. PT AMI masuk ke lokasi Jetty yang dikawal dan didahului mobil polisi. Oknum polisi yang melakukan pengawalan menyatakan kepada pekerja PT CLM bahwa Zainal Abidinsyah Siregar adalah pemilik yang sah atas PT APMR dan PT CLM. Selanjutnya mereka bersama-sama dengan sejumlah preman memasuki kantor operasional PT CLM dengan melakukan kekerasan dan mendobrak pintu serta mengusir sejumlah karyawan yang sedang bekerja serta memecat Kepala Teknik Tambang,” urai Henry.

Selain itu, Rabu tanggal 16 November 2022, Dirkrimsus telah menerbitkan Surat Panggilan Nomor : S.Pgl/1687/XI/2022/Ditreskrimsus perihal Surat Panggilan yang ditujukan kepada Direktur PT Indonesia Guang Ching and Stainless Steel Industry untuk menghadap Nugraha Pamungkas SIK, MH atau Kompol Salim Datang SH MH di Subdit IV Dittipidter Ditkrimsus Polda Sulawesi Selatan untuk didengar keterangannya sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana pertambangan yaitu Pemegang IUP.IUPK atau SIPB yang dengan sengaja menyampaikan laporan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 159 jo Pasal 111 ayat (1) UU No. 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan/ atau Pasal 263 ayat (1) KUHPidana yang terjadi di PT Citra Lampia Mandiri beralamat di Desa Harapan, Kec Malili, Kab. Luwu Timur.

Surat panggilan tersebut dibuat berdasarkan Laporan Polisi No: LPA/421/Xl/2022/SPKTPolda Sulsel tanggal 16 November 2022 dan Surat Perintah Penyidikan No: SP-Sidik/84a/XI/2022/Dit Reskrimsus tanggal 16 November 2022.

Surat Panggilan tersebut diantarkan keesokan harinya pada tanggal 17 November 2022.

“Apabila memperhatikan hari dan tanggal yaitu hari Rabu tanggal 16 November 2022, maka terlihat dengan jelas bahwa perkara tersebut merupakan perkara dengan atensi karena pada hari yang sama yaitu Rabu tanggal 16 November 2022 dibuat laporan polisi, dan pada hari itu juga diterbitkan Surat Perintah Penyidikan (tanpa melalui proses lidik terlebih dahulu), dan keesokan harinya Kamis tanggal 17 November 2022 Surat Panggilan diantar serta memerintahkan kepada yang dipanggil untuk menghadap penyidik keesokan harinya yaitu Jumat tanggal 18 November 2022 pukul 09.00 WITA,” jelas Henry.

Panggilan tersebut katanya, disertai dengan ancaman. “Barang siapa dengan melawan hukum tidak menghadap sesudah dipanggil menurut Undang-undang dapat dituntut berdasarkan ketentuan Pasal 216 KUHP. Dimulainya penyidikan itu, tanpa menyebutkan adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan atau setidaknya kepada Kejaksaan Negeri Luwu, adalah hal aneh karena SPDP merupakan salah satu syarat formil untuk melakukan upaya paksa”.

Sehingga dinilai, oknum-oknum polisi itu, telah menggunakan kewenangannva secara tidak bertanggung jawab sehingga melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam melakukan penyidikan.

“Dalam hal melakukan penyidikan terhadap perkara di atas, diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Standar Operasional Prosedur Penerimaan Laporan Polisi, Standar Operasional Prosedur tentang Penyelidikan Tindak Pidana dan Standar Operasional Prosedur Gelar Perkara Biasa,” lanjut Henry.

Kegiatan yang dilakukan oknum-oknum polisi itu telah bertentangan dengan Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 3 Tahun 2014 Tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana.

Dugaan adanya Tindak Pidana

Dibuatnya laporan polisi, surat perintah penyidikan (tanpa melalui proses / tahap Penyelidikan dan tanpa melalui gelar perkara untuk meningkatkan status Lidik ke status Sidik) dan dengan diterbitkannya surat panggilan keesokan harinya disertai perintah untuk menghadap keesokan harinya setelah tanggal surat panggilan, patut diduga adanya maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya. Memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Bahkan, saat ini, laporan polisi Nomor : LP/B/107/XI/2Q22/SPKT/ Polres Luwu Timur/Polda Seulawesi Selatan tanggal 05 November 2022 masih dalam proses penyelidikan.

Sebagaimana kita ketahui, Pasal 1 ayat 5 KUHAP menyatakan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan dan belum mempunyai upaya paksa.

Tapi, pihak Polres Luwu Timur dengan kekuasaannya membuat surat resmi yang mengizinkan untuk membongkar dan mengolah benda yang diduga diperoleh dan tindak pidana. _Di satu sisi dia melarang untuk melakukan pembayaran sambil menunggu proses lebih lanjut,” tukas Henry.

“Tindakan pemberian izin dan larangan yang dikeluarkan Polres itu, patut diduga sebagai bentuk keberpihakan dan dengan tujuan untuk menguntungkan din sendiri atau orang lain (dalam hal ini Pelapor, yang diduga adalah pihak PT AMI) secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya,” pungkasnya. (**)