Makassar – Di utara Kota Makassar terdapat pesisir dengan hutan mangrove atau hutan bakau seluas kurang lebih 30 hektare. Mempertahankan hamparan rumah bertelur hewan laut kelompok crustacea seperti kepiting rajungan dan udang ini tidaklah mudah.

Selain menghadapi tantangan alam, tantangan juga datang dari warga pesisir sendiri, di Kampung Lantebung, Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea.

Sebelum tahun 2016, musim angin barat senantiasa menjadi ancaman bagi warga setempat. Hantaman angin puting beliung dan gelombang tinggi mendera pemukiman.

Hutan mangrove yang sedianya menjadi perintang ancaman itu tak bisa diharap karena sebagian besar telah rusak. Antara lain karena dirambah warga sendiri. Baik dijadikan kayu bakar juga keperluan rumah tangga lainnya. Karena kerusakan itu pula, hasil tangkapan kepiting rajungan berkurang.

Belakangan, lahirlah kesadaran warga untuk berhenti mengganggu keberadaan hutan mangrove demi kelangsungan hidup pemukiman. Pelan tapi pasti, tidak ada lagi penebangan bahkan penanaman bibit mangrove secara massif dari warga sendiri. Mereka mengorganisir diri dengan membentuk Pemerhati Mangrove dan Ikatan Keluarga Lantebung. Didukung kelompok-kelompok masyarakat yang datang berkunjung.

Daeng Saraba, (58), ketua Pemerhati Mangrove kepada penulis, Minggu, (4/12), mengatakan, gerakan pelestarian mangrove dimulai tahun 2016. Dua tahun kemudian yakni tahun 2018, luasan hutan mangrove yang tadinya tersisa kurang lebih 10 hektare bertambah jadi 15 hektare. Dukungan baru-baru ini dari kelompok pemuda gereja turun bersama warga lakukan penanaman bibit mangrove, juga dari Yayasan Konservasi Laut sebanyak 2 ribu bibit.

Diungkapnya, tahun 2022 ini, total luasan kurang lebih 30 hektare. Targetnya, menjadikan hutan ini sebagai kawasan ekowisata yang bisa dinikmati dan dimanfaatkan banyak orang.

Salah satu fasilitas yang harus tersedia, kata Daeng Saraba, adalah jembatan kayu untuk menelusuri hutan mangrove. Namun sementara ini, panjang jembatan kayu yang bisa kami adakan baru 395 meter. Itupun harus kejar-kejaran dengan waktu karena jembatan kayu ini ada batas ketahanannya.