Ia melanjutkan, meski dalam alam demokrasi publik diberikan kebebasan mengemukakan pendapat dan argumentasi, tapi tentu harus bertanggung jawab dengan argument tersebut,dengan kata lain laporan jangan hanya sebatas dugaan. Seandainya memang ada indikasi kecurangan (tidak netral) publik pun dapat membuat laporan.

Semua perangkat yang berkaitan dengan pemilu, baik Polri, TNI, KPU, Bawaslu, maupun pemerintah daerah semua itu dalam kepentingan pemilu yaitu pelaksanaan pileg dan pilpres harus benar-benar berdiri ditengah. Bagaimana supaya situasi kegiatan ini bisa berjalan dengan baik. Tidak ada yang kemudian mendukung kandidat-kandidat caleg,capres dan sebagainya.

“Masyarakat yang menemukan indikasi pelanggaran (pemilu) bisa melaporkannya pada berbagai pihak yang menanganinya, misalkan jika pelanggaran ada kaitannya dengan Polri maka laporan dapat disampaikan ke Propam atau Bawaslu atau bisa juga ke pemerintahan daerah dan sebagainya.

Tinggal bagaimana masyarakat mengetahui jalur-jalur yang harus ditempuh. Setahu saya itu ada hotlinenya dan bisa dicari di goggle. Jadi bagi pihak perangkat terkait, baik Bawaslu maupun Polri, silahkan juga untuk mensosialisasikannya”, ujar Sahat.

Sahat menambahkan seiring waktu yang berjalan menuju pelaksanaan pemilu 2024, literasi terkait pelanggaran pemilu menurutnya belum mencapai seluruh lapisan masyarakat.

Pemilu adalah momen 5 tahun yang menjadi pesta rakyat bagi kita untuk menentukan siapa pemimpin-pemimpin yang tepat baik untuk legislatif maupun presiden, yang kemudian diikuti juga dengan pemilihan kepala daerah pada Septeber 2024, maka sebagai rakyat haruslah cerdas memilih siapa pemimpimpin-pemimpin yang memang mempunyai visi-misi, rekam jejak, kapasitas dan karakter yang baik.

Kalaupun calon yang dipilih namun ternyata tidak terpilih, jangan ‘baper’. Karena Itu memang situasi demokrasinya. Dan bagi pemimpin yang terpilihpun kemudian berpikir bahwa dia menjadi pemimpin bagi siapapun, bagi rakyat dan bukan hanya untuk satu golongan saja.