BONE – Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo, dilaksanakan secara virtual pada 1 Oktober 2021 di Bone, Sulawesi Selatan. Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Adapun tema kali ini adalah “Hati-hati Menyebar Data Pribadi”.

Program kali ini menghadirkan 631 peserta dan empat narasumber yang terdiri dari Presidium Hoax Crisis Center Borneo, Reinardo Sinaga; pemengaruh, Lois Tangel; pelatih GNI, Muhammad Yunus; serta pendiri dan CEO Kaki Gatal Production, Suhandri Lariwu. Adapun yang bertindak sebagai moderator adalah Hesty Imaniar. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan 57.550 orang peserta.

Acara dimulai dengan sambutan berupa video dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yang menyalurkan semangat literasi digital untuk kemajuan bangsa. Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi pemaparan materi yang dibuka oleh Reinardo Sinaga dengan paparan bertema “Kecakapan Digital”. Edo -Reinardo- membagikan sejumlah tips mengamankan media sosial, di antaranya dengan verifikasi dua langkah, mengelola kata sandi (panjang minimal 13 karakter, mengandung huruf kapital, angka, simbol, dan ganti berkala), serta mengecek melalui tool howsecureismypassword.net. “Ciri-ciri media sosial diretas yaitu menerima email pemberitahuan akun login, tiba-tiba dibanjiri banyak iklan, mengalami masalah saat login, dan tiba-tiba follow akun yang tidak dikenal,” jelasnya.

Berikutnya,  Lois Tangel menyampaikan materi berjudul “Netizen yang Beretika”. Menurutnya, kebebasan berekspresi yang ditawarkan transformasi digital membuat orang jadi punya profesi baru layaknya reporter, penulis, pengamat, wartawan, dan komentator. Namun, ingatlah untuk  “kirimlah yang penting, bukan yang penting kirim”. “Unggah konten-konten yang inspiratif, informatif, produktif,” pesannya.

Sebagai pemateri ketiga, Muhammad Yunus membawakan tema “Mengenal UU ITE: Digital Culture”. Pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan hoaks adalah kasus yang paling banyak berkenaan dengan UU ITE. “SAFENet sendiri mengusulkan beberapa pasal untuk direvisi, lantaran dinilai multitafsir, di antaranya Pasal 26 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 Ayat (2), Pasal 29, Pasal 36, Pasal 40 Ayat (2a dan 2b), serta Pasal 45 Ayat (3),” jelasnya.

Adapun pemateri terakhir, Suhandri Lariwu, menyampaikan tema “Jangan Asal Setuju: Ketahui Ketentuan Privasi dan Keamanannya”. Kata dia, tersebarnya data pribadi dapat berakibat fatal karena orang lain dapat menggunakannya untuk kepentingan yang menguntungkan mereka. “Jangan bagikan foto KTP/paspor atau tanda pengenal lain, perkuat kata sandi surel dan ganti kata sandinya berkala, aktifkan verifikasi dua langkah, dan hindari WiFi publik,” tegasnya. 

Setelah pemaparan materi oleh semua narasumber, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu moderator. Salah satu pertanyaannya, “Bagaimana tanggapan Anda ketika pemengaruh atau kreator konten yang memiliki konten inspiratif dan positif diserang dengan komentar kebencian? Di sisi lain ada oknum di media sosial yang memiliki konten negatif justru didukung dan disukai warganet?” tanya Mark F pada Lois Tangel.

“Kalau kita perhatikan komentar-komentar itu datang dari orang yang menggunakan akun kedua atau bahkan akun palsu karena mereka tidak berani menunjukkan jati diri sebenarnya. Kenapa banyak orang menyukai konten yang kurang bagus? Kalau menurut saya, itu tergantung pribadi masing-masing. Think twice and be wise kalau kita mau punya konten positif dan viral, ya kita harus lebih aktif dalam menyampaikan hal-hal positif,” jawab Lois Tangel.