BONE – Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo, dilaksanakan secara virtual pada 7 Oktober 2021 di Bone, Sulawesi Selatan. Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Kegiatan dengan tema “Pupuk Demokrasi Tebar Toleransi di Media Sosial” ini diikuti oleh 639 peserta dari berbagai kalangan. 

Empat orang narasumber tampil dalam seminar ini. Masing-masing yakni, akademisi & pembina JSMI Jatim, Meithiana Indrasari; narablog & kreator konten gaya hidup, Zilqiah Anggraini; dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Tati; serta Trainer & Digital Marketing Communication, Diaz Yasin Apriadi. Sedangkan moderator adalah Desmona. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan 57.550 peserta.

Acara dimulai dengan sambutan berupa video dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yang menyalurkan semangat literasi digital untuk kemajuan bangsa. Adapun yang tampil berikutnya adalah Meithiana Indrasari sebagai pemateri pembuka dengan presentasi berjudul “Potret Diri Jejak Digital”. Menurut dia, jejak digital sulit dihilangkan dan dapat disalahgunakan oleh pihak yang tak bertanggung jawab. “Karenanya, hindari berbagi data penting seperti alamat rumah atau rekening bank, perkuat kata sandi, jangan unggah hal atau konten personal, dan manfaatkan layanan pelindung data. “Cari namamu di Google dan hapus semua informasi sensitif yang kamu temukan,” ujarnya.

Selanjutnya, Zilqiah Anggraini menyampaikan paparan berjudul “Bebas Namun Terbatas, Berekspresi di Media Sosial”. Ia mengatakan, manfaat media sosial, antara lain memperluas jaringan, memudahkan komunikasi, wahana mendapatkan informasi baru, serta membuka peluang usaha. Di media sosial, kebebasan berpendapat dibatasi oleh hak-hak orang lain untuk diperlakukan secara layak dan adil. Makanya, hindari kata-kata yang menyulut perpecahan, ketahui informasi secara detail, dan berpikir sebelum berpendapat. “Kebebasan berpendapat tanpa etika dan sikap hormat kepada orang lain akan melahirkan anarki,” jelasnya.   

Pemateri ketiga, Tati, memaparkan materi bertema “Media Sosial sebagai Sarana Meningkatkan Demokrasi dan Toleransi”. Menurut dia, untuk memperkuat demokrasi, hendaknya warganet menjadikan media sosial sebagai sarana berbagi konten berkualitas. Misalnya, hanya memberikan informasi yang benar dan bukan hoaks, berbagi pengalaman agar didapatkan pelajaran untuk orang lain, menulis opini untuk menambah wawasan, serta ulasan pemasaran yang bertujuan pemberdayaan warganet lainnya. “Jangan ikut menyebarkan berita menyinggung suku, ras, dan agama,” katanya. 

Adapun Diaz Yasin Apriadi, sebagai narasumber terakhir, menyampaikan paparan berjudul “Memahami Aturan Perlindungan Data Pribadi”. Ia mengatakan, data pribadi yang bersifat umum mencakup nama, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, serta kombinasi lain yang dapat mengidentifikasi seseorang. Sedangkan data yang bersifat spesifik meliputi informasi kesehatan, biometrik, genetika, dan perihal kehidupan atau orientasi seksual. “Data pribadi menjadi aset yang berharga dan sangat rentan untuk disalahgunakan,” imbuh dia. 

Setelah pemaparan materi, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu Desmona. Para peserta tampak antusias dan mengirimkan banyak pertanyaan. Panitia memberikan uang elektronik senilai masing-masing Rp100.000 bagi 10 penanya terpilih.Salah seorang peserta, Marta, bertanya tentang informasi kebocoran data dalam suatu aplikasi yang terkadang menguap begitu saja di beberapa media. Menanggapi hal tersebut, Diaz Yasin bilang, terkadang aplikasi digital cukup handal dalam mengumpulkan keamanan data. Umumnya jika server aplikasi telah penuh, namun penyimpanan diserahkan kepada pihak ketiga, terkadang rentan kebocoran data. Penanganan kasus kebocoran data biasanya tetap berjalan, hanya saja tertutup pemberitaannya dengan informasi lain yang viral.