Pemateri ketiga, Muhammad Iqbal Suma, memaparkan materi “Memahami Batasan dalam Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital”. Dalam sesinya, Iqbal mengutip survei yang mengatakan bahwa Indonesia berada di urutan 48 dari 100 negara dalam hal kebebasan di internet. Artinya, intervensi pemerintah dalam penggunaan dunia digital masih terbilang ketat. Banyak orang atau kelompok lebih suka mengekspresikan kegiatan sosial politik di media sosial, karena jangkauannya luas dan cepat. “Namun, arus disinformasi dan sebaran berita hoaks justru dapat memicu gerakan anti pemerintah, bahkan memantik kekacauan di masyarakat,” katanya. 

Adapun Budi Nurgianto, sebagai narasumber terakhir, menyampaikan paparan berjudul “Cerdas Menjaga Jejak Digital”. Ia mengatakan, jejak digital meliputi unggahan sosial media, surel, perjalanan di mesin pencari, situs blog dan laman, komentar, serta belanja daring. Cara mengelola jejak digital: mengontrol pengaturan privasi, tidak sembarang mengunggah di media sosial, selektif dalam berteman, gunakan nama asli dalam profil akun, selektif bergabung atau berkunjung ke situs tertentu, dan lakukan pencarian diri sendiri di mesin pencari. “Penggunaan nama asli akan membantu publik dalam verifikasi jika terjadi aksi penipuan,” jelas dia. 

Selanjutnya, moderator membuka sesi tanya jawab yang disambut meriah oleh para peserta. Selain bisa bertanya langsung kepada para narasumber, peserta juga berkesempatan memperoleh uang elektronik masing-masing senilai Rp100.000 bagi 10 penanya terpilih. 

Salah seorang peserta, Nanda Putri, bertanya tentang upaya apa yang harus dilakukan untuk memberikan pemahaman literasi digital ke orang tua. Menanggapi hal tersebut, Aldillah Khaerana bilang, janganlah bosan untuk terus mengingatkan orangtua agar berhati-hati dalam menyebarkan pesan yang berpotensi hoaks atau ujaran kebencian.