MAKASSAR – Alinsi Jurnalis Independen (AJI) Makassar mengatakan laporan terhadap narasumber project multatuli lidya (bukan nama sebenarnya) yang dilakukan pelapor SF terkait dugaan pencemaran nama baik melalui ITE di Polda Sulsel adalah ancaman kriminalisasi.

Baca Juga : Kasus Anak di Lutim, SF Lapor Balik Ibu Korban

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua AJI Makassar, Nurdin Amir melalui siaran pers AJI Makassar dan LBH Makassar menanggapi kasus pelaporan terhadap narasumber yang memberikan pernyataan di project multatuli ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Sabtu (16/10).

Nurdin Amir mengatakan laporan tersebut merupakan ancaman kriminalisasi pada narasumber sebah berita. Jika Kriminalisasi narasumber terus terjadi, maka hal ini akan menimbulkan chilling effect.

Efek kriminalisasi akan berdampak terhadap hak masyarakat mendapatkan informasi. Sebab, narasumber menjadi takut berbicara di media dan kemudian informasi publik menjadi terabaikan.

“Pelaporan narasumber Project Multatuli tidak tepat dan menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers. Ketika narasumber dipidana, artinya membunuh pers itu sendiri. Pelaporan ini adalah serangan terhadap kebebasan pers dan demokrasi,” kata Nurdin.

Menurutnya, payung hukum UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang mengatur soal pers memang dihadirkan untuk melindungi kebebasan pers, sebab hal itu bagian dari kebebasan berpendapat yang diatur dalam UUD NRI 1945 Pasal 28E.

“Payung hukum pers yang dipakai untuk melindungi narasumber merupakan poin penting. Pasalnya, narasumber dan pers merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Kriminalisasi terhadap narasumber adalah serangan kepada pers, serangan terhadap kebebasan berpendapat,” katanya.

Jika narasumber Project Multatuli berlanjut di ranah kepolisian dan tidak dijadikan sebagai sengketa pers, maka akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia.

“Kami mendesak pihak penyidik kepolisian Dit Reskrimsus Polda Sulsel tidak semestinya menerima laporan sengketa pemberitaan yang menjadi ranah Dewan Pers. Kasus ini tidak bisa dibiarkan, karena akan berdampak kepada narasumber lain untuk hati-hati atau membatasi bicara kepada media. Jika narasumber tidak mau diwawancara akan mengancam kerja-kerja jurnalisme,” tegasnya.

SF mantan suami SR, ibu para anak korban kasus kekerasan seksual di Luwu Timur, melaporkan mantan istrinya atas dugaan pencemaran nama baik.

Mantan suami SR juga melapor website (laman) yang mengunggah konten tulisan terkait tuduhan pemerkosaan terhadap tiga anaknya yang dinilai tidak benar.

Penasehat Hukum SF, Agus Welas, mengatakan yang dilaporkan adalah mantan istri SF dan website tulisan narasi pemerkosaan.

“Dilaporkan adalah mantan istri klien kami. Lalu, ada website tulisan narasi di situ terkait dugaan tindak pidana pencabulan. Laporan terhadap klien kami adalah tindak pidana pencabulan, tapi dalam narasi itu, pemerkosaan, seolah sudah terjadi,” ujarnya usai melapor di Polda Sulawesi Selatan, Sabtu.

Dalam laman projectmultatuli.org tersebut ditulis seolah kliennya adalah pelaku. Padahal, tidak seperti itu. Tulisan website juga mengurai seolah-olah ada tindak pencabulan sudah terjadi.

Menurutnya, sangat disayangkan tidak dilakukan proses sesuai prosedur karena menurut tulisan itu kliennya menjadi viral di mana-mana dan menjadi sorotan publik.