RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Surat Edaran (SE) 2591 yang diterbitkan oleh pihak Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, telah menjadi pusat kontroversi dalam kebijakan kampus. SE ini mengatur ketentuan penyampaian aspirasi di lingkungan kampus, yang oleh banyak mahasiswa dianggap membatasi hak demokratis mereka untuk menyuarakan pendapat.

Penolakan terhadap SE 2591 berujung pada skorsing terhadap sejumlah mahasiswa, termasuk Alhaidi, yang hingga kini masih bersikeras menempuh jalur hukum dengan menggugat SK skorsing ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar.

Skorsing yang dijatuhkan kepada Alhaidi bukanlah satu-satunya tindakan represif yang dirasakan mahasiswa. Dalam sidang Dewan Kehormatan Universitas (DKU) yang digelar pada Senin (10/3/2025), Ia kembali mendapat tekanan untuk mencabut gugatannya.

Sementara mahasiswa lainnya yang memilih mencabut gugatan PTUN, dapat kembali menjalankan kegiatan akademik Kuliah Kerja Nyata (KKN) tanpa hambatan. Namun Alhaidi, mengalami perlakuan berbeda.

“Rekan-rekan saya yang juga korban skorsing bisa melaksanakan KKN tanpa masalah, tetapi saya malah diperlakukan seolah-olah bersalah hanya karena tetap menolak SE 2591,” ungkap Alhaidi.

SE 2591 sendiri kini telah digantikan oleh SE 3562, namun substansi dari kebijakan tersebut masih menuai kritik. Banyak mahasiswa menilai perubahan ini hanya bersifat kosmetik dan tidak mengubah esensi pembatasan kebebasan berpendapat di lingkungan kampus.

Ketua Majelis DKU, Marilang, dalam sidang tersebut bahkan mengancam akan melaporkan Alhaidi ke kepolisian jika tidak mencabut gugatannya. Hal ini semakin memperlihatkan bagaimana kebijakan kampus digunakan untuk menekan mahasiswa yang bersuara kritis.

Dalam aksi solidaritas yang digelar di luar ruang sidang, puluhan mahasiswa menggelar aksi bisu sambil membentangkan spanduk bertuliskan “SUDAHI INTIMIDASI, WUJUDKAN DEMOKRASI”.

 

Dwiki Luckianto Septiawan

YouTube player