Pemateri ketiga, Syamsul Asri, memaparkan materi bertema “Literasi Digital dalam Menangkal Terorisme, Radikalisme, dan Separatisme”. Menurut dia, radikalisme merupakan gagasan yang dipaksakan sekelompok tertentu dengan cara-cara kekerasan. Sedangkan terorisme merupakan sebuah tindakan yang dilakukan untuk tujuan mengganggu, dan separatisme ialah upaya seseorang atau kelompok tertentu untuk memisahkan diri dari suatu wilayah kedaulatan. “Literasi digital merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk bertanggung jawab dalam menemukan, mengevaluasi, dan membagikan konten,” imbuhnya.

Adapun Aribowo Sasmito, sebagai narasumber terakhir, menyampaikan paparan berjudul “Memahami Aplikasi keamanan dan Pertahanan Siber di Dunia Digital”. Ia mengatakan, pelanggaran perihal keamanan siber di Indonesia cukup besar. Tahun 2017, jumlah kerugiannya ditaksir mencapai U$S 34,2 juta. Peningkatan jumlah pengunjung dikhawatirkan juga akan meningkatkan potensi ancaman keamanan siber. “Hindari penggunaan satu kata kunci untuk semua, agar jika satu akun bobol, tidak membobol semuanya,” jelas dia.

Setelah pemaparan materi, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu Aguslia Hidayah. Para peserta tampak antusias dan mengirimkan banyak pertanyaan. Panitia memberikan uang elektronik masing-masing senilai Rp100.000 bagi 10 penanya terpilih.

Salah seorang peserta, Diva, bertanya tentang regulasi terhadap komentar menghujat di media sosial yang memicu pertengkaran satu sama lain. Menanggapi hal itu, Upi Asmaradhana bilang, warganet boleh berkomentar di media sosial, selama tidak menyinggung hak orang lain.