RAKYAT NEWS, JAKARTA – Kementerian Keuangan Palestina mengungkapkan bahwa Israel telah menahan hak pajak yang seharusnya diterima Palestina sebesar 2 miliar dolar AS (Rp16,5 triliun) sejak tahun 2019.

Dalam pernyataan terbarunya, Kementerian Keuangan Palestina menuduh Israel menahan dana pajak tersebut dengan alasan-alasan yang bervariasi.

Dana itu berasal dari pajak, bea, dan cukai yang dipungut dari barang-barang yang masuk ke wilayah Palestina, baik melalui Israel maupun melalui perbatasan darat, laut, dan udara Israel.

Sesuai dengan Perjanjian Oslo yang disepakati antara Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Israel pada tahun 1993, Israel bertanggung jawab atas pemungutan pajak tersebut dan wajib menyerahkannya setiap bulan kepada pihak berwenang Palestina, dengan pemotongan biaya administrasi sebesar 3 persen dari jumlah yang terkumpul.

Namun, Kementerian Keuangan Palestina mengklaim bahwa Israel telah menahan sekitar 7 miliar shekel atau setara dengan 2 miliar dolar AS sejak tahun 2019 hingga Februari 2025.

Selain itu, total pemotongan pajak yang dilakukan Israel dari pendapatan tersebut mencapai 20,6 miliar shekel (Rp92,4 triliun) sejak tahun 2012 hingga Februari 2025.

Kementerian menyatakan bahwa tindakan Israel dalam menahan pembayaran yang seharusnya menjadi hak Palestina dianggap sebagai “pelanggaran serius” terhadap semua perjanjian bilateral dan memiliki dampak besar terhadap ekonomi serta kehidupan masyarakat Palestina.

Di sisi lain, pemerintah Palestina telah berusaha bekerja sama dengan mitra internasional dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengajak Israel agar segera menyerahkan dana tersebut dan “menghentikan kebijakan ilegal yang merugikan keuangan rakyat Palestina”.

Pada 23 Mei 2024, Bank Dunia juga telah memperingatkan bahwa Otoritas Palestina tengah menghadapi ancaman kebangkrutan keuangan.

YouTube player