Dokter Atlet
“Nah pas saat itu saya lahir tuh, lalu nama itu dipakai ayah sebagai nama saya,” kenangnya.
Kemudian yang jadi pertanyaan. Ditengah euforia dan hebohnya prestasi yang ditorehkan, apakah para atlet, pelatih atau pemerintah sebagai pembina olahraga sudah menyadari betapa pentingnya sport medicine center (SMC) sebagai bagian ekosistem desain prestasi olahraga nasional.
Berdasarkan hasil berbagai riset terungkap bahwa sampai sekarang belum banyak atau masih rendah orang yang peduli dan aware dalam mengelola dan memanfaatkan SMC sebagai instrumen untuk mencapai prestasi.
Satu hal yang juga disayangkan dokter Andi, belum adanya rumah sakit khusus di Indonesia yang menangani cedera atlet secara intesif, terintegrasi dan berkesinambungan. Dimana di situ ada fasilitas gym-nya, fisioterapi, rehabilitasi medik, dokter spesialis-nya dan sarana pendukung lainnya.
“Sekarang sudah agak mendingan bisa dicover BPJS,” katanya. Dulu orang yang menderita cedera sendi dan tulang enggan berobat ke dokter spesialis ortopedi karena dianggap mahal. Akhirnya banyak masyarakat yang beralih ke pengobatan kampung non medis.
Kedepan dalam pikirannya, harus ada perubahan, proses transformasi besar jika kita ingin mengharapkan hasil atau prestasi yang tinggi dari atlet kita.
“Tidak mungkin ada peningkatan prestasi di level dunia jika sistem sport medicine kita tidak beranjak maju,” katanya.
Seorang atlet bukanlah robot. Begitu juga dokter seperti yang diinginkan Menkes BGS.

Tinggalkan Balasan