Pemerintah Tegaskan Tak Dipajaki Pembelian Emas di Bawah Rp10 Juta
RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Pemerintah menegaskan bahwa masyarakat sebagai konsumen akhir tidak dikenakan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas pembelian emas batangan.
Penegasan ini tertuang dalam dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbaru yang diterbitkan pada 25 Juli 2025, yakni PMK Nomor 51 Tahun 2025 dan PMK Nomor 52 Tahun 2025. Keduanya mulai berlaku efektif pada 1 Agustus 2025.
Kedua regulasi ini disusun sebagai bentuk penyederhanaan kebijakan perpajakan di sektor usaha bulion, serta memberikan kepastian hukum atas ketentuan pajak yang selama ini dinilai tumpang tindih.
Usaha bulion mencakup berbagai aktivitas terkait emas seperti penyimpanan, pembiayaan, perdagangan, dan penitipan oleh lembaga jasa keuangan (LJK).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Rosmauli, menjelaskan bahwa regulasi sebelumnya, yakni PMK 48 Tahun 2023 dan PMK 81 Tahun 2024, menimbulkan duplikasi pemungutan pajak.
“Sebelumnya, penjual emas memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% atas penjualan kepada LJK Bulion, sementara LJK Bulion juga memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% atas pembelian yang sama. Ketentuan yang baru ini diharapkan menghilangkan potensi tumpang tindih tersebut,” ujar Rosmauli.
PMK 51 Tahun 2025 mengatur tentang Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan dengan Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Usaha Lain. Beleid ini menunjuk LJK Bulion sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas batangan dan menetapkan tarif 0,25% untuk impor emas batangan. Selain itu, penjualan emas oleh konsumen akhir kepada LJK Bulion senilai hingga Rp10 juta dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.
Sementara itu, PMK 52 Tahun 2025 merupakan perubahan kedua atas PMK 48 Tahun 2023. PMK ini mengatur ketentuan PPh Pasal 22 atas perdagangan emas batangan maupun perhiasan, termasuk oleh pabrikan dan pedagang emas.
Dalam beleid ini, pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas penjualan kepada konsumen akhir, wajib pajak UMKM yang menggunakan skema PPh final, serta pihak yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB).
Pengecualian yang sama berlaku untuk penjualan kepada Bank Indonesia, melalui pasar fisik emas digital, maupun kepada LJK Bulion.
“Ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 atas usaha bulion bukan merupakan pajak baru, melainkan bentuk penyesuaian agar tidak terjadi tumpang tindih pengenaan pajak,” tegas Rosmauli.
Ia juga memastikan bahwa Direktorat Jenderal Pajak akan terus memperbarui kebijakan perpajakan agar sejalan dengan dinamika sektor keuangan.
Khusus untuk masyarakat, pembelian emas dari Bank Bulion tidak akan dikenakan PPh Pasal 22. Sementara itu, jika konsumen menjual emas batangan ke LJK Bulion dan nilai transaksinya melebihi Rp10 juta, maka akan dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari nilai pembelian.
Seluruh ketentuan lengkap mengenai kedua PMK tersebut dapat diakses melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak di pajak.go.id. (*)

Tinggalkan Balasan