Menjaga Denyut Budaya Betawi di Jantung Kota Jakarta
Kampung-kampung Betawi terhimpit oleh pembangunan. Generasi muda lebih akrab dengan budaya global dibanding tradisi lokal. Karena itu, intervensi kebudayaan harus dilakukan secara konsisten, bukan musiman.
Dalam kondisi seperti ini, PISN hadir sebagai model kolaborasi baru yang memadukan riset, inovasi, dan pemberdayaan masyarakat. Dengan cara ini, pelestarian budaya tidak hanya menjadi agenda romantik, tetapi juga kontribusi nyata bagi pembangunan kota.
Karet Kuningan menjadi laboratorium hidup, tempat di mana nilai-nilai Betawi diuji dalam dinamika kota modern. Ia bukan museum, tetapi ruang hidup yang terus bergerak. PISN mengajak kita menyaksikan bahwa tradisi dapat hidup berdampingan dengan gedung-gedung
kaca tanpa kehilangan maknanya.
Pelestarian budaya selalu membutuhkan empati. Tanpa kemampuan melihat nilai dalam sesuatu yang dianggap “biasa”, kita akan kehilangan akar. Dalam hal ini, PISN mengingatkan bahwa budaya Betawi bukan hanya milik orang Betawi; ia adalah identitas Jakarta yang harus dijaga bersama.
Jika budaya adalah denyut kota, maka Karet Kuningan adalah nadinya. Menjaga seni Betawi di sini sama artinya dengan menjaga karakter Jakarta. Kota tanpa identitas hanyalah kumpulan beton; kota dengan budaya adalah rumah bagi warganya.
Tentu saja, pelestarian budaya tidak harus menghalangi kemajuan. Justru, budaya dapat menjadi landasan inovasi sosial. Seni tradisi yang diberdayakan dapat menjadi inspirasi industri


Tinggalkan Balasan Batalkan balasan