OPINI – Tarian khas dari daerah Bone dikenal dengan sebutan Tari Maraneng Songkok Recca. Bercerita tentang kilas balik prosedur pembuatan songkok recca (songkok to Bone).

Baca Juga : Mengenal Kecamatan Ujung Tanah

Memunculkan ilustrasi soal tingkat kebangsawanan, dimana makin tinggi derajatnya, semakin banyak pula sulaman emas dalam songkoknya.

Diiringi lagu nyanyian songkok recca dengan gendang. Itulah sebagian malam temu pada wijanna Raja Lapatau di Cinemax pekan lalu.

Namun dalam tulisan kali ini, penulis tidak ingin membahas tari-tarian tersebut tapi hal lain. Ibarat, usai melangsungkan suatu ‘peperangan’, setiap acara atau kegiatan pasti menyisahkan suka dan duka.

Pula di antara ribuan orang dan ratusan panitia, selalu ada sosok yang muncul dari perspektif atau sudut pandang pribadi masing-masing, tanpa harus mengesampingkan para panitia lain bahkan panitia inti termasuk Andi Bau Irman Mappanyukki dan Andi Dahrul selaku ketua dan sekretaris umum, ada seorang yang selalu hadir dan muncul sebelum pembahasan dimulai.

Dia adalah Andi Promal Pawi, dalam kepanitiaan pertemuan akbar wijanna Raja Lapatau, mantan Kabag humas Pemda bone menjabat sebagai staf Ketua Satu.

Sejak mendapat amanah di kepanitiaan, sosok Andi Promal Pawi memang pulang balik Bone-Makassar, apalagi dua pekan menjelang acara puncak.

Terkadang hanya senyum saja yang terlontar, tak pernah penulis mendengar keluh kesah tentang aktivitasnya mengurus acara ini. Padahal kesibukan beliau sebagai kepala dinas juga pasti membutuhkan waktu khusus.

“Hanya senyum dan jarang bicara jika kita tak menyapa. Puang Ommang Mappakaraja,” kata seorang panitia kepada penulis sepekan sebelum acara.

Dua pekan terakhir, penulis menjadi penyaksi sosok mantan Camat Ulaweng Kabupaten Bone ini, selalu hadir di rapat panitia Makassar. Pula keesokan harinya, jika rapat di Bone, Andi Promal tiba-tiba hadir. Artinya dalam sepekan, Andi Promal pulang balik Bone Makassar tiga sampai empat kali.

Tak heran, beberapa panitia sempat mengungkapkan, perasaaan malu melihat keuletannya.

“Malu rasanya lihat Puang Ommang bolak-balik baru sebagian dari kita hanya bisa terkesan banyak protes,” jika penulis tak salah ingat, beberapa kali terjadi silang pendapat antara panitia, namun Andi Promal pawi dengan tenang bisa menyelesaikan dengan cara santun.

Sekali lagi, tanpa harus membandingkan dengan panitia inti lainnya yang juga sangat bekerja keras siang dan malam (subyektif-red).

Sebagai salah satu panitia, penulis sempat agak memuncak kemarahan, tapi dengan tenang pendiri kelompok Mahasiswa Latenri Tatta Unhas sekitar tahun 89 ini, memberikan wejangan agar tetap sabar, karena pertemuan ini adalah kegiatan keluarga.

”Maumi diapai ndi, para kita semua ji keluarga. Jangan maki marah,” ungkapnya suatu waktu kepada penulis.

Hingga akhirnya pada malam gladi menghabiskan waktu hingga pukul 03.00 dini hari subuh. Penulis yang juga sebagai panitia terdiam, karena Andi Promal pawi mendatangi dan membisikkan sesuatu ‘De upasirisikii ndi’ suatu bahasa yang sangat dalam artinya khususnya dalam rumpun kekerabatan keluarga. Insya Allah semua berjalan lancar! Dan…..