Selain indikator ekonomi tersebut diatas, APBN 2022 juga menetapkan target indikator kesejahteraan sosial berupa: Tingkat pengangguran 5,5-6,3 persen, Tingkat kemiskinan 8,5-9,0 persen,  Ketimpangan (rasio gini) 0,376-0,378,  Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 73,41-73,46,  Nilai Tukar Petani (NTP) 103-105 dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) 104-106.

Penetapan target di atas tentu bukan tanpa pertimbangan, hal ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan Ekonomi nasional yang tumbuh 3,51 persen secara year on year (yoy) pada periode Juli-September 2021. Adapun, sepanjang Januari-September, ekonomi tumbuh 3,24 persen (c to c). Kemudian, proyeksi  pertumbuhan ekonomi global pada 2022 yang  diperkirakan berada di angka 4,4 persen, serta melejitnya harga komoditas akibat pulihnya permintaan dunia, diyakini akan turut menggerek konsumsi dan investasi.

Pada tahun 2022, Pemerintah merencanakan kebijakan fiskal yang tetap ekspansif guna mendukung percepatan pemulihan sosial-ekonomi, namun juga konsolidatif untuk menyehatkan APBN dengan penguatan reformasi struktural.

APBN 2022 fokus pada enam kebijakan utama: Pertama, melanjutkan upaya pengendalian Covid-19 dengan tetap memprioritaskan sektor kesehatan. Kedua, menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan. Ketiga, memperkuat agenda peningkatan SDM yang unggul, berintegritas, dan berdaya saing. Keempat, melanjutkan pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adaptasi teknologi. Kelima, penguatan desentralisasi fiskal untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan antar daerah.  Keenam, melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan zero-based budgeting untuk mendorong agar belanja lebih efisien, memperkuat sinergi pusat dan daerah, fokus terhadap program prioritas dan berbasis hasil, serta antisipatif terhadap kondisi ketidakpastian.

Dalam menstimulasi perekonomian dan target pembangunan, postur APBN 2022 meliputi pendapatan negara direncanakan sebesar Rp1.846,1 triliun dan belanja negara sebesar Rp2.714,2 triliun, sehingga defisit Rp868 triliun atau 4,85 persen dari PDB. Secara bertahap, defisit APBN akan diturunkan dari 6,14 persen pada tahun 2020 menjadi 5,7 persen dari PDB pada tahun 2021, dan untuk tahun depan 4,85 persen dari PDB.