MAKASSAR – Opini Fitnah, Niat dan Integritas ditulis oleh Kepala Kantor Wilayah DJPb Sulawesi Selatan, Syaiful.

25 Tahun yang lalu tepatnya saat salah satu keinginan dan cita cita saya terpenuhi. Bekerja sebagai abdi negara, sebagai Aparatur Sipil Negara saya jalankan. Seorang ibu yang mulia, yang tidak berpendidikan tinggi memberikan pesan kepada saya, anaknya yang dia besarkan seorang diri. Pesan itu masih bergema dan semakin keras bergema pada kondisi dimana semua berupaya membangun apa yang disebut Zona Integritas. Zona dimana para pelaku kebijakan publik bertindak sesuai dengan norma, etika dan nilai-nilai kejujuran.

Baca Juga : Ekonomi Tumbuh dengan PC PEN
Baca Juga : Perempuan Dalam Penegakan Hukum Hak Asasi Manusia

Ingatan saya berontak, apakah Integritas itu baru ada sekarang? Saya mencoba mengingat kembali pesan sang Role Model Integritas saya, yaitu ibu saya. Saya masih ingat betul ucapan beliau tatkala saya pamit dengan semua keterbatasan kami, beliau berkata ”Yung (panggilan kesayangan untuk anak laki-laki dikampung saya) kamu akan bekerja menjadi pegawai negeri, amak berpesan, jangan kamu bekerja ditempat yang mengelola uang ya nak, karena saat kamu mengelola uang, maka yang muncul berikutnya adalah FITNAH”.

Saya kaget, bak petir di siang hari dengan pesan ucapan ibu. Sambil menunduk dalam hati, saya menjawab, ibu anakmu lulus ditempat dimana uang negara dikelola. Dengan penuh rasa hormat dan mencium tangan tua beliau, saya katakan “mak doakan saya semoga mampu memenuhi keinginan mak, dan doakan juga kalau saya terpaksa bekerja ditempat yang, menurut mak harus saya hindari”.

Kata mengelola uang dengan Fitnah ini yang saya terus pahami dan pelajari. Beliau pernah bicara karena saya coba mencari cela pembenaran dari kata katanya. Kenapa saya tidak boleh bekerja di tempat dimana uang dikelola. Ibu saya berkata “jika hari ini kamu memegang uang dan mengelolanya, besok kamu memakai pakaian baru dan bagus, maka orang akan berkata nak, pantas saja diakan pegang uang (ini fitnah yang disebut ibu saya), karena seberapa besar kamu menjelaskan bahwa baju baru kamu beli dari uang pribadi kamu, semakin besar fitnah itu, karena kamu mencoba membela diri”.

Saat saya berangkat dengan tekad besar, saya ingin mengatakan ke ibu saya, bahwa apa yang beliau takutkan itu akan dibuktikan sebaliknya. Saya begitu bangga pada pencarian makna pesan beliau itu, saya menemukan kata Integritas dari ibu saya, ibu yang membesarkan dan mendidik saya dengan segala keterbatasannya. Integritas yang bermakna luas dan mahal ternyata 25 tahun lalu sudah dicanangkan ibu saya pada diri anaknya dalam Bahasa yang berbeda.

Masuk dunia kerja sebagai abdi negara, saya menjalani dan bertemu banyak pimpinan serta relasi. Pada suatu ketika saya dalam satu forum pengarahan menangkap dan mengingat ucapan seorang pimpinan yang memang waktu itu beliau bertanggungjawab atas pengelolaan Barang Milik Negara (BMN). Bisa dibayangkan berapa besar kuasanya akan tanggungjawab yang beliau emban. Dalam pengarahan itu beliau menyampaikan satu kalimat yang begitu menekan batin saya katanya ”teman teman semua, dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai abdi negara, yang terpenting kalian kuatkan adalah Niat, kenapa karena segala sesuatu tergantung dari niatnya, jika kalian berniat jelek maka Batu pun diperas ada Airnya.”

Kembali kekagetan saya muncul dan alam fikir saya sebagai anak baru dan muda waktu itu mecoba mencari dan bertanya-tanya apa makna dari kata Batupun diperas ada Airnya?, karena jika kita fikir batu itu keras dan kering kenapa bisa ada airnya. Dicermati ucapan beliau dimulai dengan kata Niat, memang dalam kehidupan ini segala sesuatu itu dimulai dengan niat karena bersumber dari hati yang terdalam. Niat bisa dimaknai niat baik dengan tujuan mulia, bisa juga dimaknai dengan niat buruk dengan tujuan kejahatan. Jika dikaitkan dengan kata fitnah yang disampaikan ibu saya dan kata Integritas apakah punya korelasi?. Sepertinya tanya saya akan menemukan jawaban. Coba kita ulas satu persatu kata tersebut.

Fitnah adalah perkataan bohong tidak berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan dan menjatuhkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang). Saat ini hampir setiap hari kata itu terdengar. Umumnya kita memahami fitnah sebagai “segala perbuatan atau penyebaran berita yang tidak didasarkan kepada fakta”; atau secara ringkas fitnah dipahami sebagai  “menyebarluaskan berita bohong”.

Pemahaman tersebut tidak salah. Tetapi sebenarnya pengertian fitnah itu lebih luas dari itu. Di dalam kamus bahasa Arab Majma al-Lughah al-Arabiyah (1958), terdapat beberapa arti fitnah. Di antaranya adalah: godaan, cobaan, terpesona, huru-hara, hasutan, kekacauan, siksaan/penderitaan, perselisihan, bencana, syirik, dan ujian.

Niat adalah maksud atau tujuan suatu perbuatan atau kehendak (keinginan dalam hati) akan melakukan sesuatu hal yang bersumber dari hati nurani dan dikaitkan dengan komitmen dan ketulusan. Jadi kata niat dalam hal ini memang menekankan pada hati nurani, pada nilai yang kita anut dan jalankan. Jika kita berniat baik maka mata air yang mengalir tidak deras disela batu batu tidak mungkin kita gali dan perlebar supaya mengalir deras dan menyebar kemana mana, karena memang kita tidak ingin mengalirkan air tersebut pada aliran aliran yang bukan tujuan yang seharusnya.

Niat adalah ruhnya amal, sekaligus inti dan pondasinya. Jika baik, amal pun akan baik, jika rusak, amal turut rusak. Mengenai ini, Rasulullah bersabda, “ٍSetiap usaha tergantung niatnya dan setiap orang akan memperoleh keinginannya.” (al-Bukhari).

Integritas adalah suatu konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan. Orang berintegritas berarti memiliki pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat. Integritas itu sendiri berasal dari kata Latin integer, yang berarti:

  • Sikap yang teguh mempertahankan prinsip , tidak mau korupsi, dan menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral.
  • Mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuanyang memancarkan kewibawaan; kejujuran.

Integritas lebih menyangkut “heart” (hati) yaitu kemampuan olah nurani yang mencakup antara lain kejujuran, ketulusan, komitmen dan sebagainya

Kata integritas sering kita dengar, kata tersebut merupakan sesuatu yang mudah diucapkan, namun praktiknya sangat sulit untuk dilakukan. Integritas juga menjadi sesuatu yang amat istimewa dan berkaitan dengan moral. Hanya ada segelintir tokoh yang disebut sangat menjaga integritasnya dan diakui oleh manusia lainnya. Dalam konteks etika, integritas dianggap sebagai kebenaran atau ketepatan dari tindakan/perilaku seseorang. Orang-orang yang memiliki integritas adalah orang dianggap selalu bertindak, bersikap dan berperilaku atas dasar nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip, yang kata mereka, mereka pegang teguh.

Jika kita hubungkan hal tersebut diatas, maka akan kelihatan hubungan yang sangat erat antara Fitnah yaitu terkait kebohongan, ketidakjujuran, godaan dan cobaan yang berkait dengan hati dan keimanan, Niat yang merupakan suatu keinginan dan tindak yang bersumber dari hati yang jika diarahkan dengan baik tentu membawa kebaikan dan mampu menghindari dari fitnah dan penyelewengan, sedangkan Integritas berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai moral dan etika, sikap yang teguh mempertahankan prinsip untuk tidak mau korupsi.

Dengan demikian persoalan tidak berintegritas itu pada dasarnya didasari oleh keinginan, niat, kebohongan, ketidak jujuran dan godaan untuk menyimpang dan korup. Maka kekuatan dan kemampuan menjaga hati dengan ketulusan dan amanah adalah kunci Integritas diri.

Integritas dapat menjadi salah satu modalitas penting dalam membangun bangsa dan negara yang tangguh. Karena integritas, para pejabat dan masyarakat tidak akan melakukan korupsi, suap, kolusi dan nepotisme. Melalui integritas pula akan tumbuh kejujuran, akuntabilitas dan keadilan nasional. Uang negara akan digunakan demi kesejahteraan masyarakat karena tidak diselewengkan, fitnah atau hoax tidak akan terjadi yang dapat menciptakan kenyamanan dan keamanan, serta tumbuhnya kepatuhan yang dapat menyebabkan keteraturan dan ketertiban.

Birokrasi penyelenggara pelayanan publik juga berhubungan dengan etika. Karena etika berkaitan dengan soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia. Dalam praktek pelayanan publik saat ini, kita menginginkan birokrasi publik yang terdiri dari manusia-manusia yang berkarakter, yang dilandasi sifat-sifat kebajikan, yang akan menghasilkan kebajikan-kebajikan yang menguntungkan masyarakat dan mencegah tujuan menghalalkan segala cara. Karakter ini harus ditunjukkan, bukan hanya menghayati nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kebebasan yang mendasar, tetapi juga nilai kejuangan. Dengan semangat kejuangan itu seorang birokrat, akan sanggup bertahan dari godaan untuk tidak berbuat yang bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, kebebasan, persamaan, dan keadilan. Integritas itu harga mati, berintegritas sebagai pelayan publik bukan prestasi tetapi suatu keharusan (Syaiful).

Pilihan Video