MAKASSAR – Dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) dan HAM Internasional, Akademisi Universitas Sawerigading (Unsa) Makassar, Shinta Nurhidayati Salam, SH, MH mengatakan momentum ini adalah tugas semua masyarakat indonesia terutama bagi mahasiswa yang belajar hukum.

Baca Juga : Perempuan Dalam Penegakan Hukum Hak Asasi Manusia

Shinta Nurhidayati mengatakan, pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari Indeks prestasi korupsi Indonesia.

“Indonesia merosot jatuh ke urutan 102 dari urutan 37. Hal ini terjadi karena maraknya potongan hukuman dari mahkamah agung pada koruptor yang kasasi. Padahal seharusnya sebaliknya, melipat gandakan hukuman para koruptor yang mengajukan kasasi,” kata Shinta kepada rakyatdotnews, Sabtu (11/12/2021).

Ia, lanjutnya, catatan ICW rata-rata vonis koruptor hanya 2 tahun 7 bulan penjara, sehingga perlu kembali dikemukakan terkait hukuman mati terhadap koruptor karena hukuman yang ada tidak memadai lagi terhadap pelaku koruptor.

“Siapapun bisa menjadi pelaku tindak pidana korupsi. Kasus terbaru adalah gubernur non aktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah terkait tindak pidana korupsi. Tentu sangat ironis dan disesalkan, pejabat publik dengan reputasi baik dugaan suap proyek infrastruktur, sempat memperoleh Bung Hatta Anti – Corruption Award, yang dianggap berintegritas pun, akhirnya terhisap pusaran korupsi,” ujarnya.

Terkait peringatan hari HAM Internasional, ia mengatakan, hak asasi manusia adalah kekuatan dalam menghadapi konflik dan krisis moral dunia.

Peringati Hakordia dan HAM, Begini Kata Akademisi Unsa MKS
Ilustrasi Human Rights. Foto: gatra.com

“Sangat penting memperingati hari HAM internasional. HAM adalah kekuatan dalam menghadapi konflik dan krisis moral dunia. Prinsip kesetaraan tanpa membedakan ras, agama, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, politik atau pun pendapat orang lain serta non diskriminasi adalah inti dari hak asasi manusia,” sambungnya.