BULUKUMBA – Dalam memperingati hari ulang tahun (HUT) Kabupaten Bulukumba ke-62, FPR dan WALHI Sulsel menggelar Konferensi Pers guna membahas praktik perbuatan melawan hukum pada proyek water front city Bulukumba dengan melakukan penggusuran terhadap warga di Pantai Merpati, Jumat (04/02/2022).

Baca juga: Bersepeda, Andi Utta Sapa Warga Pantai Merpati Bulukumba

Salah satu perwakilan warga korban penggusuran, Hasnah, mengungkapkan bahwa mereka berkeinginan agar adanya hunian relokasi sementara serta hunian pengganti yang layak agar mereka dapat tinggal dan bekerja.

“Saya tidak keberatan jika digusur, namun tuntutan warga disini harus ada relokasi karena kami tidak punya rumah selain yang ada disini,” harapnya.

Sebelum mereka digusur, warga telah beberapa kali melakukan aksi dan audiensi ke berbagai pihak untuk menyelesaikan konflik yang mereka alami. Namun nyatanya solusi yang didapatkan masih membuat warga merasa tidak adil.

“Kami sudah melakukan aksi beberapa kali ke Bupati dan DPRD. Bupati hanya memberikan janji pembuatan pemukiman nelayan namun belum pasti juga dilakukan. Di DPRD kami juga melakukan audiensi dan respon dari mereka untuk tetap bertahan jika belum ada tempat layak untuk menggantikan tempat tinggal,” jelas Hasnah.

Sementara itu, perwakilan dari Serikat Nelayan Bulukumba, Salman, turut menyayangkan sikap pemerintah yang tidak berpihak kepada warga di Pesisir Pantai Merpati. Ia menuturkan jika tidak ada etikad baik mereka menggusur tanpa adanya kepastian relokasi pasca digusur.

“Pemerintah mengatakan bahwa program ini masuk dalam RPJMD dan warga disini paham bahwa pesisir pantai adalah tanah negara. Yang jadi masalah adalah tidak adanya upaya solutif untuk mengakomodir aspirasi masyarakat agar tetap mendapatkan tempat tinggal yang layak setelah mereka digusur,” jelasnya.