“Mengingat sifat yang demikian, maka penilaian serta keyakinan hakim dalam melihat perkara menjadi lebih dominan. Ketidakhati-hatian menilai bukti-bukti yang ada dapat mengakibat putusan itu lebih dekat kepada penerapan hukum yang sewenang-wenang karena didominasi atas penilaian dan keyakinan yang bisa keliru atau tidak wajar,” ujar ABA.

Sulitnya penerapan sebuah aturan dalam perkara ini dikarenakan sulitnya tidak adanya alat bukti dan barang bukti, maka pihak kepolisian untuk dapat menjerat terduga pelaku dengan Pasal 284 KUHPidana ini umumnya hanya berdasarkan pada :

  1. Pengakuan dari kedua pelaku perzinahan.
  2. Alat bukti berupa rekaman video yang memperlihatkan kedua pelaku pada saat melakukan perzinahan
  3. Pembuktian secara langsung seperti pengerebekan melibatkan petugas kepolisian atau pengurus RT, RW, atau yang lain agar kesaksian tersebut dapat dipertanggung jawabkan. Disamping alat bukti petunjuk lain.

Terkait pertanyaan “Apakah seorang yang diduga melakukan perzinahan bisa dikenakan penahanan?”, ABA mengatakan, umumnya penahanan atas pelaku oleh polisi dan jaksa, jika kejahatan yang dilakukan diancam dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun ke atas. Namun, dalam perkara zina umumnya tidak dilakukan penahanan, melainkan dari pengalaman yang sering terjadi kasus demikian divonis oleh hakim dengan hukuman kurungan.

Baca Juga : YLBHM Gelar Kegiatan Bertajuk ‘Akses Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu’

Pilihan Video