MAKASSAR – Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Makassar (YLBHM), Adnan Buyung Azis membedah dari segi hukum terkait Pasal 284 KUHPidana yang mengatur tentang tindak pidana perzinahan.

Dengan merujuk Pasal 284 KUHPidana, zina didefinisikan sebagai perbuatan persetubuhan yang dilakukan laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya dan pelaku tindak pidana perzinahan diancam pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan.

Baca Juga : LBH Apik Makassar dan YLBHM Teken MoU Dengan Kemenkumham Guna Pelayanan Terbaik

Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ABA sapaan akrabnya, menjelaskan definisi zina sebagai perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan); 2 perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.

Terkait pembuktian unsur delik zina, ABA mengatakan, sukar untuk membuktikan dugaan perbuatan pidana tersebut, sebab dilakukan di ruang private atau dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

“Sehingga tidak mungkin memperoleh alat bukti saksi yang melihat langsung peristiwa terjadinya zina atau persetubuhan, padahal fakta yang harus dibuktikan adalah masuknya alat kelamin laki-laki ke dalam lubang kemaluan perempuan,” kata Direktur YLBHM kepada rakyatdotnews, Sabtu (05/03/2022).

ABA menambahkan, pembuktian unsur zina dalam praktiknya selalu didasarkan pada alat bukti petunjuk yang pada hakikatnya merupakan kesimpulan hakim belaka yang diperoleh dari alat bukti lain dan digunakan sebagai bukti pada saat sidang di pengadilan.

Menurut ABA, tanpa alat bukti yang mendukung seperti fakta terjadinya zina akan membuat penilaian hakim atau keyakinan hakim menjadi dominan dalam memutus perkara perzinahan.

“Mengingat sifat yang demikian, maka penilaian serta keyakinan hakim dalam melihat perkara menjadi lebih dominan. Ketidakhati-hatian menilai bukti-bukti yang ada dapat mengakibat putusan itu lebih dekat kepada penerapan hukum yang sewenang-wenang karena didominasi atas penilaian dan keyakinan yang bisa keliru atau tidak wajar,” ujar ABA.

Sulitnya penerapan sebuah aturan dalam perkara ini dikarenakan sulitnya tidak adanya alat bukti dan barang bukti, maka pihak kepolisian untuk dapat menjerat terduga pelaku dengan Pasal 284 KUHPidana ini umumnya hanya berdasarkan pada :

  1. Pengakuan dari kedua pelaku perzinahan.
  2. Alat bukti berupa rekaman video yang memperlihatkan kedua pelaku pada saat melakukan perzinahan
  3. Pembuktian secara langsung seperti pengerebekan melibatkan petugas kepolisian atau pengurus RT, RW, atau yang lain agar kesaksian tersebut dapat dipertanggung jawabkan. Disamping alat bukti petunjuk lain.

Terkait pertanyaan “Apakah seorang yang diduga melakukan perzinahan bisa dikenakan penahanan?”, ABA mengatakan, umumnya penahanan atas pelaku oleh polisi dan jaksa, jika kejahatan yang dilakukan diancam dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun ke atas. Namun, dalam perkara zina umumnya tidak dilakukan penahanan, melainkan dari pengalaman yang sering terjadi kasus demikian divonis oleh hakim dengan hukuman kurungan.

Baca Juga : YLBHM Gelar Kegiatan Bertajuk ‘Akses Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu’

Pilihan Video