MAKASSAR – Tindak Pidana Perdangangan Orang (TPPO) di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningakatan. Bahkan dari data IOM untuk tahun 2020 setidaknya ada 145 kasus traficking yang terjadi di Indonesia, sedangkan di Sulsel ada sekitar 8 kasus untuk tahun 2021.

Dari riset yang dilakukan oleh ICJ terungkap jika pola dan modus dari traficking mengalami perubahan seiring dengan adanya kemajuan tekhnologi. Sehingga perlu adanya peraturan daerah (Perda) yang bisa mengatur terkait dengan masalah dengan TPPO.

Ketua DPRD Sulsel, Andi Kartika Sari saat membuka acara Konsultasi Publik Ranperda TPPO di hotel Almadera Sabtu (26/3/2022) menegaskan akan mengawal Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) TPPO yang saat sudah dalam pembahasan setelah naslah akademiknya selesai dikerjakan.

Baca Juga : Perempuan Dalam Penegakan Hukum Hak Asasi Manusia

Menurutnya kasus traficking saat ini sudah sangat memprihatinkan, telah banyak korban dan harus segera dicegah. Sebagai seorang perempuan, hatinya merasa terpanggil untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap TPPO yang sebagian besar korbannya dari kalangan perempuan.

“Saya memastikan akan mengawal Ranperda TPPO ini hingga menjadi Perda, sebagai perempuan saya memiliki tanggung jawab untuk mencegah TPO,” tegasnya.

Politisi Partai Golkar ini juga menyampaikan terimakasih kepada semua komponen yang terlibat dalam pembuatan naskah akademik Ranperda TPPO tersebut. Terutama para perempuan-perempuan hebat yang tidak pernah lelah dalam memperjuangkan dan membela hak-hak kaum perempuan.

Dia berharap dengan digelarnya konsultasi publik atas Ranperda tersebut akan disegera proses untuk menjadi Perda.

Disisi lain, Kepala UPT P2TPA Sulsel, Meysi Papuyungunyang menjadi salah satu pembicara dalam Konsultasi Publik Ranperda DPRD Sulsel tentang TPPO menegaskan bahwa masalah TPPO harus dihadapi secara bersama-sama.

Dia mengakui bahwa betapa sulitnya mengungkap kasus-kasus traficking. Apalagi saat ini sudah terjadi perubahan pola dan modus dalam praktek-pratek traficking.

“Dari sekian kasus yang di tangani,saat ini sudah ada perubahan transaksi, pola perekrutan dan jenisnya, apalagi dengan keberadaan informasi tekhnologi yang cukup maju,” ujarnya.

Dia juga menambahkan jika pelaku traficking bisa saja dari orang-orang terdekat,baik itu keluarga maupun pacar korban. Sedang untuk daerah tujuan sendiri ada dua,yakni domestik dan luar negeri.

“Untuk keluar negeri kebanyakan ke malasyia, sedang domestik banyak yang kepapua, Makassar dan Pare-pare,” tambahnya.

Faktor lainnya yang menyebabkan TPPO meningkat karena kasus TPPO tapi pelaku dijerat dengan UU PA. Alasannya jika dijerat traficking membutuhkan waktu yang cukup panjang.

Kekhawatiran yang sama diungkapkan Husaima Husain. Dia mengungkapkan bahwa dari riset yang dilakukan oleh IJC, ada banyak praktek korupsi dalam kasus TPPO. Mulai praktek suap untuk manipulasi umur, hingga uang pelicin bagi para petugas dalam meloloskan korban-korban traficking ke daerah tujuan.

“Dari segi tindak pidana korupsi dalam kasus trakficking juga banyak terjadi,mulai dari suap hingga masalah adminitrasi,” ungkapnya.

Konsultasi Publik Raperda DRPD Sulsel ini juga dirangkaian dengan peringatan Internasional Days Women yang di prakarasi oleh Koalisi Stop Perkawinan Anak.

Baca Juga : Termakan Bujuk Rayu Staycation, 5 Anak Perempuan Jadi Korban Prostitusi