Fakta terkait penguasaan pasar lebih dari 50% atau monopoli ditemukan dalam persidangan sebagai berikut:
a. PT ACK merupakan satu-satunya perusahaan ekspor BBL setidaknya sejak terbit Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 hingga tanggal 25 November 2020;
b. Adanya penguasaan pangsa pasar jasa ekspor BBL lebih dari 50% dilihat dari keterangan para eksportir apabila tidak menggunakan jasa transportasi milik Terlapor maka ekspor pengiriman BBL tidak dapat dilaksanakan sehingga para eksportir tidak mempunyai pilihan lain; dan
c. PT ACK menguasai pangsa pasar yang melebihi dari 50% (lima puluh persen), sehingga memiliki posisi monopoli dalam pasar bersangkutan, yakni jasa pengurusan transportasi pengeluaran (ekspor) BBL dengan menggunakan transportasi udara untuk tujuan keluar wilayah Negara Republik Indonesia ke Negara Vietnam, Taiwan dan Hongkong pada periode bulan Juni – November 2020.

Selain itu, dalam fakta persidangan terbukti adanya pemusatan kekuatan ekonomi di mana adanya dukungan Pemerintah atas terbitnya dokumen SPWP. Meski tidak ada penunjukkan resmi, PT ACK merupakan satu-satunya pelaku usaha, karena selama proses persidangan perkara a quo ditemukan fakta bahwa jika eksportir menggunakan perusahaan kargo selain PT ACK dalam proses pengeluaran (ekspor) BBL tujuan keluar wilayah Negara Republik Indonesia, maka eksportir tersebut akan terhambat atau kesulitan dalam mengurus dokumen SPWP dari Dirjen Perikanan Tangkap KKP.

Sementara SPWP sebagai salah satu persyaratan pengeluaran (ekspor) BBL tujuan keluar wilayah Negara Republik Indonesia adalah persyaratan yang menghambat pelaku usaha eksportir BBL lainnya. Majelis Komisi juga menemukan adanya pemusatan kekuatan ekonomi dengan melakukan penetapan harga yang eksesif.

Sebelum memutus, Majelis Komisi mempertimbangkan beberapa hal berikut:

a. Adanya eksesif margin yang dinikmati oleh PT ACK sebesar 323,53% (tiga ratus dua puluh tiga koma lima puluh tiga persen) atau setara dengan Rp. 58.499.465.750,00 (lima puluh delapan miliar empat ratus sembilan puluh
sembilan juta empat ratus enam puluh lima ribu tujuh ratus lima puluh rupiah);
b. Dengan perhitungan pengenaan sanksi denda, PT ACK dapat dikenakan sanksi denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai penjualan di pasar bersangkutan, yakni sejumlah Rp7.658.111.880 (tujuh miliar enam ratus lima puluh delapan juta seratus sebelas ribu delapan ratus delapan puluh rupiah);
c. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 28/Pid.SusTPK/2021/PN.Jkt.Pst., uang di Rekening Bank BCA atas nama PT Aero Citrea Kargo sejumlah Rp8.774.507.218,00 (delapan miliar tujuh ratus tujuh puluh empat juta lima ratus tujuh ribu dua ratus delapan belas rupiah) dan Rp257.866.000,00 (dua ratus lima puluh tujuh juta delapan ratus enam puluh enam ribu rupiah), serta di Rekening Bank BNI atas nama Sdr. Amri selaku Direktur Utama PT ACK uang sejumlah Rp3.443.466.293,00 (tiga miliar empat ratus empat puluh tiga juta empat ratus enam puluh enam ribu dua ratus sembilan puluh tiga rupiah), telah dirampas untuk negara; dan
d. Keterangan Ahli dari Direktorat Jenderal Pajak pada pokoknya menyatakan besaran penjualan dan laba bersih dalam laporan keuangan wajib pajak (PT ACK) tahun 2019 sama dengan Rp0,00 (nol rupiah).