Adapun beberapa pasal yang sampai saat ini masih konsisten dan tercantum rapi dalam batang tubuh RKUHP justru bertentangan dengan norma-norma dasar negara Staats fundamental norm sebagaimana yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan pembentukan RKUHP.

Terdapat pasal 218, 291 yang mengatur bahwa setiap orang yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat Presiden atau Wakil Presiden dimuka umum baik secara langsung maupun melalui fasilitas digital dapat di pidana 3 – 4 tahun. Pasal 240, 241 mengatur penghinaan terhadap pemerintahan yang dilakukan secara langsung ataupun menggunakan fasilitas digital di pidana 3 – 4 tahun penjara.

Kemudian pasal 273 tentang penyelenggaraan unjuk rasa atau demonstrasi tanpa pemberitahuan terlebi dahulu yang dilakukan di tempat umum dapat di pidana 1 tahun penjara. Selain itu, seseorang dapat di pidana 1-2 tahun penjara apabila melakukan penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara baik secara lisan maupun tulisan sebagaimana dimaksud pada pasal 353 dan 354.

Menyikapi hal tersebut, atas nama DPN PERMAHI mengintruksikan kepada seluruh Ketua-Ketua Dewan Pimpinan Cabang DPC PERMAHI Seluruh Provinsi di Indonesia untuk melakukan :
(1). Penolakan atas pasal-pasal dalam RKUHP yang pro terhadap pemerintahan tirani;
(2). Segera melakukan kajian ilmiah atau diskusi dengan DPRD dan Pemerintah Daerah masing-masing;
(3). Merekomendasikan hasil kajian atau diskusi yang dilakukan kepada DPR dan Pemerintah.

“Kami menilai bahwa konstruksi redaksi yang tercantum dalam pasal-pasal tersebut tentu mempunyai tafsiran yang sangat luas, yang dikhawatirkan suatu ketika pasal-pasal ini disahkan dan berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara justru sangat elastis dan dapat dipergunakan bagi penguasa atau pejabat instansi pemerintahan yang sah apabila diperhadapkan dengan situasi darurat atas berbagai macam kritikan melalui aksi-aksi demonstrasi,” kata Fahmi.